TRIBUNNEWS.COM - Timnas Indonesia sukses melaju ke final Piala AFF 2021, dan akan mengahdapi Thailand dalam dua leg mulai besok malam.
Berhasil melaju cukup jauh ke partai puncak, Timnas Indonesia tetap memiliki catatan, baik di lini belakang maupun lini depan.
Di posisi bertahan, Timnas Indonesia dikritik karena hanya satu kali mencatatkan nir bobol sepanjang turnamen, bahkan harus kebobolan 3 gol di 2 laga semifinal.
Sedangkan di posisi penyerang, tidak adanya striker tajam, juga tidak lepas dari sorotan.
Pembelaan untuk masalah lini serang sejatinya diutarakan Shin Tae-yong pasca laga semfinal leg pertama menghadapi Singapura.
Baca juga: Jadwal Timnas Indonesia vs Thailand di Final Piala AFF 2020, Duel Sengit Beda Kepentingan
Baca juga: 4 Modal Timnas Indonesia Jadi Juara Piala AFF 2020, Pelatih Thailand Benci 2 Hal dari Skuad Garuda
Menurutnya, tugas mencetak gol tidak hanya dari sisi penyerang, tetapi setiap pemain punya kewajiban yang sama untuk mencetak gol.
Pembelaan Shin Tae-yong bukan tanpa alasan, Timnas Indonesia adalah tim yang subur, secara statistik pun menggambarkan demikian.
Indonesia adalah tim yang mengemas 18 gol hanya dalam 6 laga, atau rata-rata mencetak 3 gol di tiap pertandingan.
Dibandingkan diantara 3 Semifinalis, catatan tersebut hanya bisa didekati Thailand dengan 12 gol, sedangkan Vietnam dan Singapura, tertinggal cukup jauh dengan 9 dan 10 gol.
Lalu bagaimana Indonesia bisa mencetak lebih dari dua digit gol di Piala AFF 2021, tetatpi punya masalah di posisi penyerang utama?
Cara bermain Shin Tae-yong mengandalkan sisi sayap yang terkenal tajam, dan secara statistik juga menggambarkan demikian.
Indonesia adalah tim dengan konversi peluang menjadi gol terbaik dengan 22, 50 persen, paling tinggi diantara para finalis.
Dengan tingkat konversi peluang yang cukup tinggi, rata-rata asis dan gol diciptakan oleh penyerang sayap, terbukti Irfan Jaya menjadi top skor sementara Timnas Indonesia dan Witan Sulaiman menjadi top asis.
Sedangkan untuk chances created, Indonesia punya tiga pemain yang paling banyak menciptakan peluang, uniknya, dua diantaranya adalah fullback.
Pratama Arhan dan Witan Sulaiman menjadi pemain yang paling banyak menciptakan peluang untuk indonesia dengan 11 kali, sedangkan Asnawi Mangkualam mengemas 10 kali.
Secara kualitas distribusi bola, Indonesia juga cukup apik dengan 78,80 persen, meskipun masih kalah dengan Thailand dengan 84,10 persen.
Secara penyerangan, Indonesia memang sangat terkonsentrasi di sisi sayap, tetapi, juga punya tingkat konversi peluang cukup tinggi.
Ini yang menjadi kekuatan Shin Tae-yong, yang uniknya, adalah masalah Semifinalis lainnya, Vietnam.
Vietnam punya cara bermain yang sama dengan Indonesia, mengandalkan kecepatan di kedua sayap, tetapi juga kesulitan ketika mengandalkan penyerang utama sebagai pencetak gol.
Perbedaannya, Indonesia punya cara bermain yang berbeda di sayap, dengan tidak hanya mengandalkan umpan-umpan tarik, tetapi juga memberikan lisensi untuk fullback dan winger menusuk ke dalam.
Sedangkan Vietnam, hanya terpaku pada distribusi bola ke dalam kotak penalti, kurangnya improviasasi untuk berani ke dalam, adalah masalah dari tim asuhan Park Hang-seo.
Bagaimana Shin Tae-yong meramu tim muda yang punya ketajaman, juga tidak lepas dari mentalitas dari para pemain, di laga menghadapi Malaysia dan SIngapura menjadi salah satu contohnya.
Ketika tertinggal, Indonesia tidak mengubah cara bermain dengan tetap melebar di kedua sayap, dan menusuk ke daerah penalti lawan.
Improvisasi dilakukan di sektor gelandang dengan Ricky Kambuaya juga ikut masuk ke dalam kotak penalti dan menciptakan situasi overload.
Cara ini sukses, kombinasi Witan Sulaiman-Asnawi Mangkualam dan Irfan Jaya-Pratama Arhan terbukti sukses menjadi senjata bagi Timnas Indonesia.
Kini dengan adanya Egy Maulana Vikri, Shin Tae-yong punya opsi lebih banyak untuk mengandalkan serangan di kedua sayap, menghadapi Thailand di laga final, bisa dipastikan cara ini tidak akan berubah sejak sepakmula besok malam.
(Tribunnews.com/Gigih)