TRIBUNNEWS.COM - Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong secara terang-terangan mengeluhkan kedalaman skuat Garuda yang tak memiliki striker berkualitas.
Ia berpendapat bahwa posisi striker adalah posisi paling mencolok yang menjadi kelemahan Timnas Indonesia.
“Di tim kami memang posisi yang paling lemah itu striker. Di liga pun memang striker-striker orang asing yang banyak dipakai, jadi dari situ pemain-pemain Indonesia khususnya striker susah sekali berkembang,” Kata Shin Tae-yong.
Apa yang dikatakan juru taktik asal Korea Selatan itu memang benar adanya, tak ada stiker lokal yang menghiasi papan top skor BRI Liga 1 musim ini.
Baca juga: Ramdani Lestaluhu Ucapkan Perpisahan Dengan Rekan Di Persija Jakarta
Baca juga: Timnas Indonesia U-22 Bakal Disiapkan Shin Tae-yong
Bahkan, hampir seluruh peserta BRI Liga 1 memilih untuk memakai jasa striker asing guna menjadi juru gedor utama mereka di lini depan.
Sebenernya, cara instan dengan melakukan proses naturalisasi kepada pemain keturunan bisa dilakukan, sayangnya hingga saat ini tak ada pemain keturunan yang bermain mencolok sebagai striker.
Proses naturalisasi yang sedang dilakukan dan direncanakan oleh PSSI tak ada yang berposisi sebagai striker murni.
Seperti yang diketahui, PSSI tengah melakukan proses naturalisasi kepada dua dari empat pemain yang disarankan oleh Shin Tae-yong guna memperkuat Timnas Indonesia.
Empat nama tersebut adalah, Sandy Walsh (full back/gelandang), Jordi Amat (bek tengah), Mees Hilgers (bek tengah), dan Ragnar Oratmangoen (winger/gelandang).
Ya, tak ada pemain yang bermain sebagai striker. Oleh karena itu, Shin Tae-yong harus memutar otak guna mengatasi masalah yang ia keluhkan tersebut.
Sebenarnya, kecerdasaan Shin Tae-yong dalam meracik strategi telah menemukan solusi dari minimnya striker berkualitas dalam skuatnya.
Dari berbagai partai yang sudah ia jalani bersama Timnas Garuda, Shin Tae-yong bermain mengandalkan kolektivitas para pemain.
Pria asal Korea Selatan itu bermain dengan skema dasar 4-1-4-1. Saat menyerang, Shin Tae-yong memakai skema 3-2-4-1 atau 3-2-5. Skema tersebut begitu mirip dengan pelatih Manchester City, Pep Guardiola.
Tae-yong berusaha menumpuk pemain Indonesia di tengah, dengan menarik salah satu full back untuk bermain lebih ke dalam.
Saat Indonesia membangun serangan, full back Timnas Garuda akan naik ke tengah untuk berdiri sejajar bersama gelandang bertahan Timnas Indonesia.
Dalam skema tersebut, dengan kontrol bola dan teknik yang dimiliki pemain full back, ia dapat membuat lini tengah Garuda lebih kuat dan variatif.
Pergerakan full back ke tengah juga membuat Indonesia unggul jumlah pemain di tengah pada fase awal serangan.
Dengan begitu, dua gelandang Timnas Indonesia bisa naik ke area yang tinggi untuk fokus melakukan serangan.
Sang full back dan satu gelandang bertahan mengisi lini tengah untuk membangun serangan dari bawah.
Di sini, Tae-yong mencari peran gelandang serang atau striker yang memiliki kualitas passing dan kemampuan finishing yang handal.
Sang pemain dibutuhkan di fase akhir serangan Timnas memanfaatkan atribusinya dalam mengirim umpan dan menciptakan peluang berbahaya.
Dengan sistem Tae-yong tersebut, Timnas Garuda mampu menguasai jalannya pertandingan dari menit awal hingga akhir.
Keunggulan jumlah pemain timnas di lini tengah membuat para pemain Indonesia dapat leluasa mengurung pertahanan lawan.
Ditambah, semua striker Timnas Indonesia merupakan pemain yang memiliki kecepatan dan kreatif yang ditopang oleh para gelandang pekerja keras.
Umpan jauh dan terobosan digunakan semaksimal mungkin dalam mengubah arah serangan memanfaatkan kecepatan para pemain depan untuk menciptakan peluang dengan ruang kosong yang dimiliki.
Di sini Tae-yong meninggalkan peran striker murni yang identik dengan postur jangkung, permainan fisik, dan sundulan yang mematikan menjadi permainan cepat yang energik, kreatif, dan efisien.
Striker yang dipasang Tae-yong memainkan peran sebagai pemain yang berdiri di antara barisan gelandang dan barisan pertahanan lawan.
Peran striker juga bebas bergerak untuk mengisi lini kiri dan kanan Timnas Garuda.
Peran ini memberikan dua keuntungan bagi skema yang diusung oleh Shin Tae-yong.
Yang pertama, adanya striker di posisi tersebut membuat jarak antar lini Timnas Garuda tidak terlalu jauh, ia menjadi jembatan antara lini tengah dan depan Garuda.
Yang kedua, striker memberikan ruang bagi pemain sayap dan gelandang serang untuk merangsek masuk ke dalam kotak penalti lawan.
Itulah yang membuat peran pemain timnas yang muncul dari lini kedua begitu kelihatan, gol-gol Timnas Garuda sering tercipta lewat lini kedua yang diisi Evan Dimas, Irfan Jaya ataupun Witan Sulaeman.
Nyatanya hal itu terbukti sukses, meski bermain tanpa striker tajam, Timnas Indonesia menjadi tim paling produktif di gelaran Piala AFF 2020 dengan torehan 20 gol. Ciamik!
Shin Tae-yong berhasil mengadaptasi taktik Pep Guardiola di Manchester City yang lebih mengutamakan kolektivitas dan lini kedua untuk mencetak gol.
Meski tak memiliki striker murni, Manchester City dibawanya tampil trengginas dengan memuncaki klasemen Liga Inggris dan menjadi tim paling produktif dengan catatan 53 gol.
Hanya masalah waktu bagi Shin Tae-yong untuk membuat Timnas Indonesia tampil lebih matang dan produktif meski tak diisi oleh striker tajam.
Kecerdasannya dalam melihat atribut pemain dan meracik strategi akan membuat Timnas Indonesia tampil bertaji.
Ditambah stok pemain winger Garuda yang melimpah akan membantunya dalam mengotak-ngatik skema.
(Tribunnews.com/Deivor)