Masih teringat ketika United berlaga di Piala FA, saat itu Diogo Dalot dikritik karena terlambat kembali bertahan.
Hal yang berbeda tersaji di AC Milan, Dalot berkembang menjadi salah satu fullback dengan kemampuan menyerang dan bertahan sama bagusnya.
Dalot bisa memperhitungkan kapan ia harus bertahan dan membantu penyerangan.
Selain itu, komunikasinya membaik, terbukti dengan pernyataan Scott McTominay yang menyebut bahwa dirinya sudah memahami apa yang dilakukan Dalot ketika menyerang, pun sebaliknya.
Selain itu, hal yang mengubah Dalot adalah fisiknya, di mana ia mengembangkan massa ototnya.
Ketika didatangkan dari Porto, Dalot dianggap terlalu kurus, kritik datang karena di sepakbola Inggris, dibutuhkan sosok yang memenangi duel-duel dalam perebutan bola.
Dan bukan rahasia bahwa sepak bola Inggris sangat keras dan sering terjadi kontak fisik.
Musim pertamanya di Manchester United, Dalot kesulitan ketika berduel, membuat akhirnya Aaron wan-Bissaka menjadi pilihan utama.
Di AC Milan, semua berubah untuk Dalot.
Ia mengembangkan massa ototnya, bersama dengan Rafael Leao, ia bukan hanya menambah beban latihan fisik, tetapi juga menambah beban ketika berlatih di Gym.
Ini yang membuat Dalot sangat kokoh, di laga melawan Burnley, ia berduel dengan Ashley Barnes yang sangat kuat secara fisik, yang terjadi, Dalot memenangkan duel tersebut.
Sejatinya, AC Milan punya opsi untuk mengikat Dalot secara permanen di akhir musim lalu.
Tetapi, Manchester United enggan melepasnya secara, karena saat itu, Mike Phelan, bersikeras untuk mempertahankan Diogo Dalot.
Dan kini Diogo Dalot mengunci satu tempat di lini belakang Manchester United, bersama dengan Raphael Varane dan Luke Shaw.
Kemampuan Dalot tentu menjadi kunci bagi Manchester United, jika tidak mengalami cidera, maka sulit untuk menggeser bek asal Portugal ini dari starting line-up.
Ya, Manchester United harus berterima kasih dengan AC Milan kali ini.
(Tribunnews.com/Gigih)