TRIBUNNEWS.COM - Langkah Ralf Rangnick untuk menjadi juru selamat Manchester United tak berjalan mulus.
Sempat menunjukkan magisnya di partai perdana kala Manchester United sukses menumbangkan Crystal Palace dengan skor tipis 1-0.
Di 17 pertandingan selanjutnya, Manchester United tampil biasa saja. Setan Merah hanya mampu meraih 7 kemenangan 7 hasil imbang dan 3 kekalahan.
Terakhir, Setan Merah mengalami kekalahan memalukan saat bersua Manchester City dalam pekan ke-28 Liga Inggris.
Dalam laga bertajuk Manchester Derby itu, pasukan Rangnick dipecundangi The Citizens dengan skor 1-4 dan membuat langkah Setan Merah untuk finish di posisi 4 besar makin sulit.
Ya, hasil tersebut berlawanan dengan ekspetasi para pendukung Manchester United yang sudah banyak berharap dengan juru taktik berusia 63 tahun itu.
Baca juga: Pesan Guardiola: Dear Manchester City, Pantang Tiru Nasib Kurang Mujur AC Milan di Liga Champions
Baca juga: 10 Pemain Manchester United Layak Jual - Rashford, Ronaldo, hingga Maguire Waktunya Angkat Kaki
Kedatangan Rangnick menuju Manchester United memang sempat dieluh-eluhkan, ia memiliki CV yang begitu mentereng kala masih bekerja di Jerman.
Dirinya sukses menyulap klub yang tak diperhitungkan sebelumnya, seperti RB Leipzig, FC Schalke 04, hingga Hoffenheim menjadi tim hebat dengan filosofi gegenpressing yang ia usung. Sampai-sampai karena kejeniusannya ia dijuluki sebagai sang profesor sepak bola.
Namun di sisi lain, saat ia melanjutkan karier di Rusia untuk menjadi direktur olahraga dan pengembangan di awal tahun 2021, karirnya justru menemui jalan terjal.
Beberapa bulan sebelum Rangnick masuk dalam kandidat manajer interim Manchester United, nama juru taktik berusia 63 tahun itu tercoreng di Rusia.
Dilansir Russian Football News, Rangnick merombak skuat Lokomotiv Moskow yang sudah terbentuk, alhasil Lokomotiv tak mampu berbicara banyak di Liga Rusia musim ini sejak kedatangannya.
Keputusannya untuk menjual pemain kunci Lokomotiv Moskow, Grzegorz Krychowiak menjadi hal yang paling terkena kritik.
Ketiadaan eks pemain Paris Saint-Germain itu membuat penampilan Moskow di Liga Rusia menjadi timpang, saat ini langganan Liga Champions itu tertahan di peringkat 4 Liga Rusia setelah hanya mengumpulkan 25 poin dari 16 pertandingan.
Lokomotiv Moskow tertinggal 12 poin dari sang pemuncak klasemen, Zenit. Peluang mereka untuk menjadi juara pun tertutup, bahkan untuk finish di Zona Liga Champions saja juga berat.
Keputusan Rangnick untuk menjual Grzegorz Krychowiak adalah blundernya di Moskow, apalagi, ia melakukan hal tersebut tanpa melakukan diskusi dengan jajaran manajemen lainnya.
Lalu, Rangnick juga dianggap sebagai seorang diktator yang lebih mengutamakan bisnisnya daripada kepentingan tim yang sedang ia pimpin.
Rangnick secara terang-terangan mendatangkan 10 staf yang ia kenal sebelumnya untuk masuk ke dalam jajaran Lokomotiv Moskow, termasuk sang pelatih kepala yang ia tunjuk, Markus Gisdol.
Ya, dan kepergian pria asal Jerman itu ke Manchester United pun justru membuat pihak klub lega. Bahkan mantan presiden Lokomotiv Moskow, Nikolai Naumov memberi komentar menohok tentang karir singkat Ralf Rangnick di Rusia.
"Rangnick tak peduli dengan sepakbola, yang ia pentingkan hanyalah bisnis," Kata Nikolai Naumov dilansir Sportwitness.
"Semakin banyak negara, liga, dan klub yang ia liput, maka semakin banyak juga keuntungan yang ia dapatkan," lanjutnya dengan ketus.
"Dia sangat acuh dengan Lokomotiv. Rangnick datang di sini untuk mendapatkan uang, ia tak peduli dengan sepakbola," tegasnya.
Komentar sinis Nikolai Naumov semakin memperburuk citra Rangnick di Rusia. Lokomotiv Moscow adalah tim yang mendapatkan bencana setelah kedatangannya.
Gegenpressing Ralf Rangnick di Jerman yang tak terlihat bersama United
Namun, dari citra buruknya di Rusia, namanya sebagai profesor sepakbola tetap melekat dalam pria asal Jerman itu.
Karier mentereng di Jerman mampu menutup berita miringnya di Lokomotiv Moskow dan membuat Manchester United kepincut untuk mendatangkannya.
Filosofi juru taktik berusia 63 tahun itu adalah tentang agresifitas dan daya juang.
"Kami suka menekan tinggi, dengan tekanan balik yang sangat intens. Ketika kami menguasai bola, kami tidak suka umpan persegi atau umpan balik," Kata Rangnick dilansir The Coaches Voice.
Ya, Rangnick peduli setan dengan permainan lewat sirkulasi passing yang menyisir ke sisi lapangan, dia lebih mengutamakan direct pass lewat umpan terobosan yang menusuk guna mencapai ke sepertiga akhir dengan cepat.
Filosofinya adalah tentang agresifitas dan daya juang. Setelah kehilangan bola, anak asuhnya dituntut untuk merebut bola secepat mungkin.
Para pemainnya juga diharamkan untuk memegang bola lebih dari 10 detik, mereka harus memiliki visi untuk melakukan sirkualsi bola ke depan dengan cepat.
Baca juga: Liverpool vs Inter Milan, Liga Champions: Tampil Komplet, Sinyal Klopp Bersenang-senang di Anfield
Baca juga: Prediksi Liverpool vs Inter Liga Champions, Favorit Sanchez Duet Lautaro, Dzeko Minggir Dulu
"Jika anda ingin meningkatkan kecepatan permainan anda. Anda harus mengembangkan pikiran lebih cepat daripada kaki kedua kaki anda," ungkap Rangnick.
Gaya kepelatihan seperti itu tak asing dengan juru taktik Liverpool bukan? ya, gegenpressing adalah cetusan dari Ralf Rangnick yang dijadikan senjata Jurgen Klopp untuk The Reds.
Rangnick adalah maha guru untuk pelatih-pelatih dari Jerman. Nama-nama seperti Jurgen Klopp, Thomas Tuchel, hingga pelatih Bayern Munchen, Julian Nagelsmann merupakan murid-nya.
Nama yang disebutkan pertama dapat dibilang sebagai sosok yang menaruh kiblat permainannya seperti Rangncik.
Beberapa pemain Liverpool sekarang adalah bekas asuhan Rangnick ang ia godok di klub terdahulunya.
"Klopp tidak perlu berterima kasih kepada saya. Ini jelas bukan kebetulan bahwa ia memiliki empat mantan pemain saya (Sadio Mane, Naby Keita, Firmino, dan Joel Matip)," Kata Rangnick dilansir BT Sport.
"Karena itu menunjukkan bahwa ia sebenarnya mencari jenis pemain yang sama, dengan aset yang sama, dengan mental yang sama," lanjutnya.
Jelas bukanlah tanpa alasan mengapa Klopp seniat itu untuk menerapkan filosofi Rangnick untuk Liverpool yang sedang ia buat menjadi tim terbaik Eropa.
Karir sepakbola Rangnick begitu mentereng, dia dikenal sebagai profesor sepakbola dengan kecerdasannya meramu taktik dan strategi.
Rangnick memulai karir kepelatihannya sejak tahun 1983, saat itu ia menjadi pemain sekaligus pelatih untuk tim Jerman, Viktoria Backnang di usia 26 tahun.
Kemudian karir kepelatihannya terus menanjak hingga mampu membawa Schalke 04 lolos ke final DFB Pokal dan duduk sebagai runner up di Bundesliga musim 2004/2005.
Di musim selanjutnya, Rangnick sukses membawa Schalke menjadi jawara DFB Pokal dan secara mengejutkan mengantar The Royal melaju ke babak semi final Liga Champions musim 2010/2011.
Berkat kecerdasannya dalam berteori, ia dirasa lebih cocok untuk duduk dengan jabatan yang lebih tinggi daripada menjadi seorang pelatih.
Pada tahun 2012 ia direkrut oleh RB Leipzig untuk menjadi Direktur Olahraga guna mengangkat performa mereka yang saat itu masih berada di kasta keempat kompetisi sepakbola Jerman.
Rangnick pun langsung mencarikan pelatih untuk Leipzig yang sesuai dengan ideologi sepakbola yang ia usung, nama Alexander Zorniger pun ditunjuk.
Hasilnya? istimewa!
Zorniger mampu membawa Leipzig promosi dari divisi 4 menuju divisi 2 hanya dalam waktu dua tahun saja!
Naik ke tingkat yang lebih tinggi membuat nama Zorniger disingkirkan untuk mencari pelatih dengan nama yang lebih mentereng dan kebutuhan strategi Leipzig.
Namun, tak ada satu nama yang sukses Rangnick bawa meneruskan tongkat kepelatihan Zorniger, nama-nama seperti Thomas Tuchel dan Sascha Lewandowski gagal ia boyong.
Alhasil, Rangnick memilih untuk terjun ke lapangan dengan menjadi juru taktik anyar RB Laipzig yang memiliki misi besar.
Hasilnya pun instan! Leipzig dibawanya promosi ke kompetisi tertinggi di Jerman, Bundesliga.
Dengan begitu, Lepzig hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk mampu promosi dari kasta keempat menuju kasta tertinggi di sepakbola Jerman.
Setelah mampu mebawa Leipzig promosi ke kasta tertinggi sebagai pelatih, Rangnick kembali memilih untuk menjabat sebagai direktur olahraga guna menyeimbangkan tim agar mampu bertahan dan bersaing dengan tim-tim besar Bundesliga.
Hingga akhirnya, karier mentereng Rangnick bersama Leipzig usai saat dirinya memilih bergabung bersama raksasa Russia, FC Lokomotiv Moskow di musim 2021/2022.
Kini, karirnya bersama Manchester United sedikit diragukan, gegenpressing yang menjadi andalan dari sistem sepak bolanya tak terlihat bersama Setan Merah.
Ia lebih memilih bermain menggunakan sistem 4-2-3-1 dan tak ada permainan gegenpressing yang ia selama ini melekat padanya.
Setan Merah hanya mampu menguasai ball possesion sebanyak 51.34% per pertandingan, dengan skala meraih poin hanya sebanyak 1.72 per pertandingan.
Fakta tersebut membuat kapabilitas Rangnick mulai dipertanyakan, alih-alih menjadi juru selamat, United kini terancam gagal tampil di Liga Champions musim depan.
Setan Merah kini hanya berada di peringkat 5 klasemen Liga Inggris dengan torehan 57 poin dari 28 pertandingan.
Mereka tertinggal satu angka dari Arsenal yang duduk di peringkat empat dengan tabungan 3 pertandingan lebih banyak dari Manchester United.
(Tribunnews.com/Deivor)