TRIBUNNEWS.COM - Son Heung-min terpilih menjadi atlet paling berprestasi versi Korea Selatan setelah sukses meraih gelar top skor Liga Inggris dengan torehan 22 gol.
Melejitnya Son Heung-min tak terlepas dari polesan sang juru taktik Tottenham Hotspur, Antonio Conte.
Salah satu hal yang paling mencolok dari sistem yang Conte usung untuk Spurs adalah adaptasinya untuk sang winger, Son Heung-min.
Di tangan Antonio Conte, Son Heung-min begitu diandalkan eks juru taktik Inter Milan itu untuk mengangkat performa tim.
Baca juga: Cari Pemain Serba Bisa, Chelsea Ancang-ancang Boyong Versatile Barcelona & Mantan Murid Ten Hag
Baca juga: Link Live Streaming Timnas U-19 Indonesia vs Meksiko: Kick-off Pukul 22.30 WIB
Dari 22 pertandingan yang sudah ia jalani, Conte memakai pakem 3-4-3 dengan memakai trio Son Heung-min, Harry Kane, dan Lucas Moura/Kulusevski.
Pakem tersebut sedikit berbeda dengan apa yang ia pakai saat masih menukangi Inter Milan.
Bersama Nerazzurri, hampir di setiap pertandingan Conte selalu memakai dua penyerang dengan tipikal nomor sembilan.
Kedalaman skuat yang dimiliki Tottenham memang membuat Conte meninggalkan kebiasaannya di Inter Milan.
Apalagi, adanya Son Heung-min yang lebih berbahaya jika dipasang sebagai seorang winger, membuat Conte melakukan adaptasi dengan menggunakan tiga penyerang di depan.
ya pun mentereng, Son menjadi top skor bagi Tottenham musim ini dengan torehan 22 gol dan 21 di antaranya sukses ia ciptakan di pertandingan Liga inggris.
Dengan torehannya itu, catatan gol Son Heung-min bahkan kebih banyak dari Cristiano Ronaldo yang baru mencetak 18 gol di Liga Inggris.
Hanya Mohamed Salah yang mampu mencetak gol lebih banyak di Liga Inggris dari Son dengan torehan 22 gol-nya.
Hebatnya, Son selalu mampu beradapti dengan sempurna siapapun juru taktik Tottenham, bahkan, para juru taktik The Liliywhites rela mengubah pakemnya untuk menunjang ketajaman Son.
Baca juga: Jelang Race Day MotoGP Catalunya 2022, Luca Marini Lebih Pilih Amankan Poin Ketimbang Podium
Son bersama Mourinho
Seperti yang kita tahu, musim 2020/2021 menjadi musim terbaik Son Heung-min selama merintih karir di Liga Inggris.
Pemain asal Korea Selatan tersebut berhasil mencetak 17 gol dan 10 assist dari 37 penampilan bersama Spurs.
Son menjelma menjadi pemain yang haus gol memanfaatkan penyelesain akhirnya yang ciamik.
Peran Son tak hanya untuk mencetak gol, tetapi juga memberi umpan.
Baca juga: Para Sesepuh Barcelona Ogah Potong Gaji, Kini Putar Otak Selamatkan Keuangan, Siapa yang Dijual?
10 assist yang berhasil ia torehkan adalah bukti betapa lengkapnya mantan pemain Leverkusen itu untuk The Lilywhites di musim lalu.
Di era kepelatihan Mourinho, Son dipasangkan bersama Kane untuk menjadi tulang punggung lini depan tim asal London tersebut.
Keduanya, berhasil menjadi duet tersubur sepanjang gelaran Liga Inggris dengan torehan 40 gol dan 24 assist.
Harry Kane sudah biasa mencetak puluhan gol untuk Spurs, tetaoi tidak dengan Son. Itu merupakan catatan yang mengejutkan untuk pemain terbaik Korea Selatan 2020 itu.
"Anak saya menyebutnya Sonaldo," ujar Mourinho dilansir dari Football London pada musim lalu.
"Dia bukan hanya pemain yang spesial, dia pemain yang istimewa," lanjutnya.
Son bersama Nuno Santo
Itu saat Son dinakhodai oleh Si Special One, lalu bagaimana peran Son saat dilatih oleh Nuno Santos yang baru saja dipecat?
Hasilnya sama! Son tetaplah pemain berkualitas yang memiliki kecepatan dan penyelesaian akhir yang akurat.
Bersama eks juru taktik Wolves itu, Son telah mencetak 4 gol dan 2 assist untuk The Lilywhites.
Peran berbeda diberikan Nuno kepada pemain berusia 29 tahun tersebut.
Ketika bermain tanpa Kane yang saat itu mogok main karena isu kepindahannya ke Manchester City.
Son berperan menjadi false nine ditopang oleh Lucas Moura dan Steven Bergwijn dari sisi sayap.
Hasilnya? istimewa! Son mampu menjadi sosok penting permainan pragmatis Nuno Santos.
Saat melakukan serangan balik, Son akan berada paling depan untuk menerima umpan.
Baik dari sisi tengah, kiri atau kanan, Son bebas bergerak, yang penting adalah membuka ruang.
Contoh pertandingan Son dapat memaksimalkan perannya tersebut adalah saat Spurs bertemu City di Liga Inggris musim ini.
Son yang melakukan serangan balik dari sisi kanan, mampu melakukan step over untuk mengecoh Nathan Ake, sebelum melesatkan tendangan yang berujung gol untuk kemenangan The Lilywhites.
Itu membuktikan, Son tetap bertaji meski bermain tanpa Kane.
Pertanyaannya, bagaimana jika Kane bermain tanpa Son? seperti apa nasib Spurs jika Son tidak bermain?
Jawabannya adalah mengecewakan.
Dua kali Spurs bermain tanpa Son, dua kali juga mereka gagal meraih kemenangan.
Bahkan di lanjutan Liga Inggris, The Lilywhites terbantai tiga gol tanpa balas saat bertandang ke Crystal Palace.
Padahal, ada nama Harry Kane di starting line up tim yang bermarkas di White Hart Lane tersebut.
Hasil minor kembali ditorehkan Spurs di laga selanjutnya saat melawan Rennes dalam penyisihan grup Europa Conference League.
Kembali bermain tanpa Son, Nuno Santos bertumpu pada sosok Harry Kane.
Namun, Kane tak mampu menunjukkan permainan terbaiknya.
Dirinya mengalami kebuntuan selama jalannya pertandingan, penampilan beringasnya di musim lalu, tak mampu ia tunjukkan di laga itu.
Kane akhirnya ditarik pada menit 54, digantikan oleh rekrutan teranyar Spurs dari Barcelona, Emerson.
Buntunya lini serang Spurs tanpa kehadiran Son memang sangat terasa.
Di laga yang berakhir dengan skor 2-2 itu, gol Spurs tercipta karena gol bunuh diri pemain belakang Rennes, Loio Bade.
Dan satu gol lainnya, dicetak oleh gelandang mereka Hoejbjerg.
Di dua laga yang dijalani The Lilywhites tanpa diperkuat oleh Son, tidak ada pemain depan lain yang mampu mencatatkan namanya di papan skor.
Adaptasi Conte untuk Son
Berkaca dari penampilan Son di musim lalu dan musim ini bersama dua pelatih yang berbeda, eks pemain Bayern Leverkusen itu selalu menjadi tumpuan di lini depan Tottenham.
Antonio Conte yang menjadi pelatih anyar pun paham betul dengan atribut sang pemain, Son bukanlah pemain yang menjadi bayang-bayang Harry Kane.
Melainkan ia adalah tumpuan the Lilywhites di lini depan.
Dari adaptasi yang dilakukan pria berusia 52 tahun itu memang memperlihatkan bahwa dirinya benar-benar ingin menjadikan Son sebagai pusat serangan dari Tottenham.
Meski bermain sebagai winger kiri, pergerakan Son sangat cair.
Ia tak selalu memulai serangan dari tepi lapangan tapi juga muncul dari tengah untuk menciptakan half space, Son pun juga lebih banyak berada di dalam kotak penalti.
Posisi wing back yang biasa diisi oleh Regulion dan Sessegnon fokus untuk melayani Son yang sering berada di kotak 16 untuk mencetak gol.
(Tribunnews.com/Deivor)