TRIBUNNEWS.COM - Dalam beberapa tahun terakhir, pemain asal Inggris selalu dibanderol dengan harga super mahal. Regulasi pemain homegrown adalah penyebab utamanya.
Regulasi pemain homegrown mewajibkan seluruh klub Liga Inggris untuk mendaftarkan delapan pemain homegrown dari 25 kuota pemain yang didaftarkan untuk kompetisi Liga Inggris.
Dilansir dari laman resmi Premier League, regulasi pemain homegrown adalah pemain berusia 21 tahun atau lebih yang saat dia berusia 15-21 tahun telah bermain selama tiga tahun di suatu negara.
Baca juga: Bursa Transfer: Kasihan AC Milan, Pemain Idamannya Resmi Jadi Milik Klub Liga Inggris
Asal negaranya pun tak mesti Inggris. Boleh dari mana saja, yang terpenting selama tiga tahun pernah bermain di akademi klub-klub Inggris atau Wales.
Oleh karena itu, dalam kasus Spurs, Eric Dier tidaklah dihitung sebagai pemain homegrown meskipun dia berpaspor Inggris.
Hal itu dikarenakan, saat muda, Dier mengenyam akademi di luar Inggris, tepatnya di Portugal bersama Sporting CP.
Justru pemain seperti Paul Pogba dan Romelu Lukaku masuk dalam kategori pemain homegrown karena telah bermain sepak bola di Inggris sejak usia 16 tahun.
Konsekuensi dari FA untuk tim Inggris yang tidak mematuhi aturan tersebut adalah dibatasinya jumlah pemain yang mereka daftarkan.
Dari 25 kuota, mereka hanya bisa mendaftarkan 17 pemain.
Hal tersebutlah yang membuat beberapa tim Inggris kelabakan dan mengakali peraturan tersebut.
Salah satunya Manchester United, Setan Merah rela merekrut kiper tua hanya untuk memenuhi kuota pemain homegrown yaitu Lee Grant dan Tom Heaton.
Angelino, adalah salah satu pemain yang paling merasakan dampak negatif dari peraturan tersebut.
Baca juga: Bursa Transfer Liga Inggris: Bos Chelsea Guyur Dana Guna Pulangkan Si Anak Hilang
Di tahun 2019, pemain yang berposisi sebagai bek kiri tersebut direkrut Manchester City dari PSV hanya untuk memenuhi kuota pemain homegrown.
Hasilnya, di musim tersebut Angelino hanya diberi kesempatan bermain sebanyak enam kali untuk The Citizen.
Di musim berikutnya, pemain berusia 24 tahun tersebut akhirnya memilih untuk hengkang ke RB Leipzig, dan menjadi pemain andalan disana.
Klub-klub yang mampu mempromosikan para pemain akademi mereka secara reguler ke tim utama akan lebih mudah untuk berhadapan dengan peraturan homegrown ini.
Arsenal adalah contohnya, sejak bermusim-musim lalu tim asal London ini sudah sering memenuhi kuota 25 pemainnya dengan nama-nama dari jebolan akademi mereka.
Di musim lalu, nama-nama seperti Ainsley Maitland-Niles, Hector Bellerin, Joe Willock, Eddie Nketiah dan Bukayo Saka jadi jebolan akademi mereka yang ada di skuad utama.
Peraturan pemain homegrown inilah yang menjadi alasan utama tingginya harga pemain-pemain Inggris.
Sebab, harga mereka tak hanya perihal kemampuan taktis saja, tetapi juga karena mereka bisa memenuhi kuota homegrown sehingga klub tersebut tidak mendapatkan sanksi.
Nama-nama seperti Harry Maguire, Ben Davies, dan Jack Grealish adalah contoh nyata betapa mahalnya pemain homegrown.
Nama yang disebutkan terakhir menjadi pemain Manchester City termahal dalam sejarah.
Grealish diboyong The Citizens dari Aston Villa dengan banderol 100 juta poundsterling.
Lalu apa sebenarnya tujuan dari regulasi pemain homegrown ini?
Regulasi tersebut bertujuan untuk mendongkrak kualitas pemain-pemain Timnas Inggris agar dapat berbicara di ajang Internasional.
Dalam beberapa tahun belakangan, manfaat dari regulasi ini memang terlihat jelas.
Timnas Inggris berhasil mencapai babak semi final Piala Dunia 2018 dan menjadi runner-up Piala Euro 2020.
Skuat timnas Inggris juga dipenuhi dengan pemain-pemain muda berbakat.
Sebut saja Phil Foden, Bukayo Saka, Declan Rice, Tammy Abraham, Conor Gallagher, hingga Emile Smith Rowe.
Kini, The Three Lions, menjadi tim favorit untuk menjuarai Piala Dunia yang akan diselenggarakan pada bulan 21 November hingga 18 Desember mendatang.
(Tribunnews.com/Deivor)