News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Soal Tragedi Kanjuruhan, Media AS Sebut Polisi Indonesia Kurang Terlatih & Sangat Militeristik

Penulis: deivor ismanto
Editor: Dwi Setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

New York Times berpendapat, kepolisian Indonesia sangat termiliterisasi dan kurang terlatih perihal mengendalikan massa - Dalam foto yang diambil pada 1 Oktober 2022 ini, sekelompok orang menggendong seorang pria usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. - Sedikitnya 127 orang tewas di sebuah stadion sepak bola di Indonesia pada akhir 1 Oktober ketika para penggemar menyerbu lapangan dan polisi merespons dengan gas air mata, yang memicu penyerbuan, kata para pejabat. (Photo by AFP)

TRIBUNNEWS.COM - Tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya pada (1/10/2022) membuat sepakbola Indonesia disorot dunia.

Tragedi Kanjuruhan tersebut menewaskan 131 orang berdasarkan data Posko Postmortem Crisis Center pada Kamis, pukul 09.00 WIB.

Media ternama dari Amerika Serikat, New York Times memberikan sorotan khusus perihal kinerja Polisi di tragedi Kanjuruhan.

Baca juga: LPSK Minta Perekam Video Tragedi Kanjuruhan yang Diduga Sempat Diculik Segera Ajukan Perlindungan

Sepatu yang dibuang terlihat di stadion Kanjuruhan beberapa hari setelah penyerbuan mematikan setelah pertandingan sepak bola di Malang, Jawa Timur pada 3 Oktober 2022. - Kemarahan terhadap polisi meningkat di Indonesia pada 3 Oktober setelah setidaknya 125 orang tewas dalam salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah sepak bola, ketika petugas menembakkan gas air mata di stadion yang penuh sesak, memicu penyerbuan. (Photo by Juni Kriswanto / AFP) (AFP/JUNI KRISWANTO)

New York Times berpendapat, kepolisian Indonesia sangat termiliterisasi dan kurang terlatih perihal mengendalikan massa.

Tak hanya itu, keterangan para ahli yang diwawancara New York Times juga menyebutkan bahwa polisi Indonesia tidak pernah diminta pertanggung jawaban.

Banyak ahli menyebutkan bahwa gas air mata menjadi faktor utama banyaknya nyawa yang melayang dalam tragedi Kanjuruhan.

Namun, hingga saat ini, tak ada langkah untuk memproses hukum terhadap polisi yang menembakkan gas air mata ke penonton.

New York Times menyebut, selama bertahun-tahun, ribuan orang Indonesia telah berhadapan dengan kepolisian yang korup.

Menurut mereka, Polisi juga selalu menggunakan kekerasan guna menekan massa, dan tidak bertanggung jawab kepada siapapun.

Dan benar saja, kejadian di Kanjuruhan menjadi contoh nyata wajah kepolisian Indonesia.

Polisi tanpa ampun memukuli Aremania dengan tongkat hingga perisai.

Penyemprotan gas air mata juga mereka lakukan secara brutal ke arah penonton yang tak terlibat dalam kerusuhan.

Kolase foto Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta dan tragedi Kanjuruhan. Tak puas hanya Kapolres Malang yang dicopot, banyak pihak meminta Kapolda Jatim juga dicopot imbas Tragedi Kanjuruhan, Mabes Polri bereaksi. (Kolase Tribunnews)

Aksi tersebut membuat ribuan Aremania panik dan mengalami sesak nafas.

Mereka berlarian ke arah pintu keluar yang ternyata masih tertutup rapat meski pertandingan sudah usai.

Jacqui Baker, seorang ekonom politik di Murdoch University di Perth, Australia memberi keterangan yang menohok terkait kerja polisi di indonesia.

Jacqui Baker mengatakan, tragedi Kanjuruhan mengungkap masalah sistemik yang dihadapi polisi.

Banyak diantara mereka yang kurang terlatih dalam pengendalian massa dan terlalu militeristik.

Dalam hampir semua kasus di Indonesia, polisi tak pernah dimintai pertanggung jawaban atas kesalahan yang dilakukan.

"Bagi saya, ini benar-benar fungsi dari kegagalan reformasi kepolisian di Indonesia," kata Jacqui Baker.

Selama lebih dari dua dekade, aktivis HAM dan ombudsman pemerintah telah melakukan penyelidikan atas tindakan polisi Indonesia.

Namun, laporan-laporan yang dilayangkan, menurut Baker, sering sampai ke kepala polisi, tetapi tidak berpengaruh sama sekali.

"Mengapa kita terus dihadapkan dengan impunitas?" katanya.

"Karena tidak ada kepentingan politik untuk benar-benar mewujudkan kepolisian yang profesional," jelas Baker.

(Tribunnews.com/Deivor)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini