Kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuran: 8 Poin Kelalaian PSSI, Enggan Bertanggung Jawab Atas Insiden
TRIBUNNEWS.COM - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan menyerahkan laporan hasil investigasi ke presiden Joko Widodo, Jumat (14/10/2022).
Hasil investigasi TGIPF Tragedi Kanjuran tersebut menyimpulkan, ada delapan poin kelalaian yang dilakukan PSSI selaku otoritas persepakbolaan nasional terkait tragedi yang menelan ratusan korban jiwa meninggal pasca-laga Arema vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Dari delapan poin tersebut, satu di antaranya adalah TGIPF menilai PSSI menunjukkan keengganan untuk bertanggungjawab terhadap berbagai insiden/ musibah dalam penyelenggaraan pertandingan.
Baca juga: Tangan Kanan Shin Tae-yong: Pernyataan Siap Mundur Kontroversial Tapi Keluar dari Hati Tanpa Tekanan
Hal ini, dari kesimpulan TGIPF, tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan.
"Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, dimana terjadi kerusuhan pasca-pertadingan sepakbola antara Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepakbola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain. Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional," bunyi satu di antara garis besar kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuruhan.
Baca juga: Mahfud MD Laporkan Hasil Temuan TGIPF ke Jokowi, Pastikan Gas Air Mata Penyebab Tragedi Kanjuruhan
Saling Lempar Tanggung Jawab
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus Ketua TGIPF, Mahfud MD, menyatakan, hasil investasi yang akan diserahkan kepada Presiden hari ini akan mengungkap kebenaran atas peristiwa tersebut.
Sebelumnya, sejumlah pihak yang telah diperiksa TGIPF saling melempar tanggung jawab atas insiden yang turut membuat ratusan orang luka ringan hingga berat itu.
"Yang kita rasakan sekarang ada saling lempar tanggung jawab. Kata PSSI bilangnya sudah ke LIB. LIB sudah ke panpel. Kemudian panpel juga macam-macamlah. Kemudian broadcast juga sama saling lempar, semua berlindung di aturan formal masing-masing," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (12/10/2022) dilansir Kompas.com.
"Aturan formal masing-masing yang bisa kita dengarkan. Tapi ada dua hal aturan formal itu sendiri terasa tidak sesuai dengan aturan substansial ya. Kebenaran substansialnya itu harus diungkap oleh TGIPF," tegasnya.
Mahfud menilai, dalam konteks kebenaran formal, setiap pihak di atas mempunyai alasan berdasarkan pasal hukum ataupun aturan kontrak.
Akan tetapi, TGIPF bertugas menggali fakta sehingga nantinya dapat menjelaskan penyebab tragedi secara lebih substantisal.
"Keadilan substansifnya, kebenaran subtansialnya itulah yang akan digali oleh TGIPF dan itu yang akan disampaikan kepada presiden. Sehingga, kita akan melakukan memberikan, rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang baik dan bagus bagi dunia persepakbolaan Indonesia," kata Mahfud.
Berikut delapan poin kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuran terkait kelalaian yang dilakukan PSSI:
1. Tidak melakukan sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia pelaksana, aparat keamanan dan suporter;
2. Tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, dan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan SOP yang berlaku;
3. Tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga-1;
4. Adanya keengganan PSSI untuk bertanggungjawab terhadap berbagai insiden/ musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan;
5. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Liga oleh PSSI;
6. Adanya regulasi PSSI yang memiliki potensi conflict of interest di dalam struktur kepengurusan khususnya unsur pimpinan PSSI (Executive Committee) yang diperbolehkan berasal dari
pengurus/pemilik klub;
7. Masih adanya praktik-praktik yang tidak memperhatikan faktor kesejahteraan bagi para petugas di lapangan;
8. Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pengendalian pertandingan sepakbola Liga Indonesia dan pembinaan klub sepakbola di Indonesia.
Baca juga: PSSI Bantah Beri Arahan ke Shin Tae-yong dan Pemain Timnas Indonesia untuk Bela Mochamad Iriawan
Exco PSSI: Kehendak Tuhan
Selain TGIPF, beberapa pihak lain juga turut melakukan investigasi sendiri atas peristiwa tersebut, di antaranya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, hasil investigasi lembaganya mengungkap bahwa penyelenggara tidak menggelar simulasi pengamanan pertandingan.
Sehingga, penyelenggara diduga tidak siap dalam menghadapi situasi seperti pada saat itu.
Di sisi lain, ada sejumlah oknum aparat keamanan yang enggan memberikan pertolongan kepada korban luka.
Bahkan, Hasto menyebut, aparat justru melakukan kekerasan kepada mereka yang hendak menolong, termasuk relawan media.
“Ada beberapa keterangan dari saksi yang menyatakan bahwa ketika dia akan menolong korban yang lain itu, justru mengalami dihalang-halangi oleh aparat dan juga mengalami pemukulan,” ungkap Hasto, Kamis (13/10/2022).
Terpisah, Komnas HAM kemarin telah memanggil sejumlah pihak yang terkait dalam peristiwa ini, yakni PSSI dan stasiun televisi pemegang hak siar.
Adapun PT LIB sedianya dijadwalkan untuk turut diperiksa, namun batal dan meminta pemeriksaan ulang pada hari ini.
Seusai diperiksa, Anggota Komite Eksekutif PSSI Sonhadji menyebut bahwa tragedi yang menyebabkan ratusan nyawa melayang itu tak bisa dicegah, meski ia mengklaim, pihaknya telah melakukan pencegahan.
"Jadi tidak ada yang ke dalam bagaimana, ini semua kehendak Allah," ujar Sonhadji saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (13/10/2022).
Seluruh perangkat pertandingan, kata Sonhadji, sudah bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) masing-masing.
"Tapi masih terjadi peristiwa yang saya sebutkan tadi, tentunya ini di luar kehendak kita semua," imbuh dia. (*/kompas.com/bolasport)