Alasan Aremania Tolak Penyelidikan Suporter di Tragedi Kanjuruhan, Benarkah Ada Intimidasi Saksi?
TRIBUNNEWS.COM - Tim Gabungan Aremania menolak satu di antara poin rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan terkait dugaan aksi provokasi yang dilakukan suporter.
Tim Hukum dari gabungan Aremania menilai, penanganan Tragedi Kanjuran sebaikanya difokuskan pada penanganan korban.
Seperti diketahui, TGIFP Tragedi Kanjuruhan merekomendasikan penyelidikan terhadap suporter yang melakukan provokasi.
Baca juga: Aksi Aparat Ini Jadi Dasar TPF Aremania Sebut Ada Kejahatan Kemanusiaan Sistematis di Kanjuruhan
Baca juga: Aremania, Bobotoh, Bonek, dan The Jakmania Bertemu di FGD, PSSI: Kita Akan Bersatu Lebih Banyak Lagi
Seperti suporter yang memasuki lapangan hingga diikuti suporter lain.
Rekomendasi tersebut merupakan satu dari sejumlah rekomendasi lainnya yang diserahkan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (14/12/2022).
Selain suporter yang memasuki lapangan, rekomendasi itu merekomendasikan penyelidikan terhadap suporter yang melempar flare, melakukan perusakan mobil di dalam stadion, dan pembakaran mobil di luar stadion.
Menanggapi hal itu, anggota Tim Hukum dari Tim Gabungan Aremania, Anjarnawan Yusky mengatakan, dirinya bersama Aremania telah mengambil sikap.
Pihaknya sangat keberatan dan menolak adanya rekomendasi tersebut.
Baca juga: Temuan Komnas HAM Soal Tragedi Kanjuruhan: Aremania Turun ke Lapangan untuk Semangati Pemain
"Intinya tentang rekomendasi terkait itu (penyelidikan suporter) kami keberatan dan menolak. Artinya dalam kondisi sekarang, pendekatan yang dilakukan pemerintah yaitu fokus melaksanakan pengobatan, menjamin pemulihan hak korban, mengembalikan hak korban sebagaimana semestinya," ungkap Anjar.
Anjar berharap, TGIPF tak asal menyebut adanya bentuk provokasi dari suporter dalam tragedi Kanjuruhan.
Dia mengatakan, pernyataan itu harus betul-betul diselidiki.
"Harus dipastikan, apakah betul itu tindakan provokasi, jangan-jangan itu reaksi, kalau reaksi artinya ada perbuatan yang mendahului. Pada saat itu apakah benar-benar Aremania, itu juga rawan," kata Anjar melalui sambungan telepon pada Minggu (16/10/2022).
Dari informasi yang didapatkannya, ada suatu bentuk provokasi dari pihak tertentu kepada Aremania.
Namun, dia tidak mau menyebut siapa yang melakukan provokasi itu.
"Kalau Polri melakukan penyelidikan, biar Polri yang melakukan dulu, tapi berdasarkan keterangan teman-teman ada gambaran kenapa hal itu bisa terjadi. Saya enggak ingin berdebat, soal itu reaksi atau kita mendahului," ungkapnya.
Anjar berharap, penyelidikan merupakan jalan terakhir yang dilakukan dan mengedepankan adanya bentuk diskresi hukum.
Hal tersebut bukan berarti tidak taat atau tidak menghormati proses hukum.
"Kami menghormati proses hukum, ketika dilakukan itu memang kewenangan penyidik. Tetapi apakah tidak lebih bijak, makanya saya sepakat kalau ada diskresi atau bisa dilaksanakan atau tidak dilaksanakan," beber dia.
Namun, bila proses penyelidikan tetap dilakukan, dia berharap, proses yang dilakukan oleh Polri dijalankan dengan prinsip scientific crime investigation.
"Kalau memang dilakukan polri harus sebisa mungkin ilmiah, karena itu banyak kerumunan, kita enggak mau asal comot, kekhawatiran kami di sana," katanya.
Kontras yang Dampingi TPF Aremania Sebut Ada Intimidasi ke Saksi
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang mendampingi Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania menemukan adanya intimidasi dari pihak aparat terhadap korban dan keluarga korban tragedi Stadion kanjuruhan.
Temuan tersebut berdasarkan hasil investigasi selama 10 hari dengan meminta keterangan korban, keluarga, dan para saksi.
Sejumlah laporan yang diterima TPF Aremania menyatakan ada sejumlah korban tragedi Kanjuruhan yang didatangi oleh aparat Kepolisian Kabupaten Malang.
Korban dan keluarga diminta untuk tidak melakukan upaya tindak lanjut maupun gugatan ke ranah hukum usai tragedi Kanjuruhan.
"Walaupun tidak ada laporan bahwa aparat kepolisian melakukan tindak kekerasan atau ancaman, tapi kehadiran mereka ke rumah keluarga korban dan permintaan mereka agar keluarga korban tidak melakukan upaya hukum lebih lanjut pada peristiwa ini itu bisa kita klasifikasikan sebagai bentuk intimidasi," tutur Sekjen Federasi Kontras, Andi Irfan.
Kontras pun meminta supaya pihak kepolisian berhenti melakukan hal-hal yang dianggap sebagai upaya untuk mengaburkan fakta, mengintimidasi korban, dan membangun opini.
Andi Irfan ingin semua pihak tetap berupaya bekerja secara profesional tanpa melakukan intervensi.
"Negeri ini membutuhkan polisi yang profesional, bukan polisi yang cenderung omnibus of power, bukan polisi yang cenderung menyalahgunakan kewenangan," ujar Andi Irfan.
"Kita semua cinta polisi, kita butuh polisi. Tidak ada negara demokratik, tidak ada hukum yang adil kalau polisinya tidak beres."
"Keadilan hukum hanya bisa diwujudkan kalau polisi kita bersih dan profesional," katanya lagi.
Kontras juga berharap tragedi Kanjuruhan ini bisa menjadi momentum bagi Kepolisian Indonesia untuk berbenah.
Caranya adalah dengan menjunjung tinggi keadilan tanpa intervensi dan tendensi kepentingan.
"Mari kita gunakan momentum ini bukan untuk saling menyalahkan, yang salah ya salah, tidak usah dilindungi," kata Andi Irfan mengakhiri.
Nugraha Perdana/Suci Rahayu/Kontributor KOMPAS.com
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "TPF Aremania Temukan Intimidasi kepada Saksi Tragedi Kanjuruhan dan "Aremania Tolak Penyelidikan Suporter: Kondisi Sekarang Baiknya Fokus Kembalikan Hak Korban"