Hasanuddin Aco/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Langkah PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) menghentikan kompetisi Liga 2 dan Liga 3 terus mengundang sorotan.
Keputusan tersebut dinilai sebagai bukti terbaru amburadulnya pengelolaan liga sepak bola di Indonesia.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda bahkan menyebut, keputusan tersebut menjadi bukti nyata dari inkonsistensi federasi dalam pengelolaan sepakbola tanah air.
Baca juga: Kontroversi Penghentian Liga 2, Mimpi Klub Bisa Promosi Dirusak, PSSI Dinilai Langgar Aturan FIFA
Baca juga: Maju Mencalon Ketua Umum PSSI, La Nyalla: Saya Dengar Semua Diarahkan ke Erick Thohir
“Keputusan federasi menghentikan penyelenggaraan Liga 2 dan Liga 3, lalu menghapus degradasi Liga 1 bukanlah hal yang mengejutkan. Keputusan-keputusan kontroversial tersebut toh sudah sekian kali terjadi dan menjadi bukti nyata inkosistensi federasi dalam mengelola sepakbola di tanah air,” ujar, Sabtu, (14/1/2023).
Dia menilai keputusan menghentikan Liga 2 dan 3, lalu menghapus degradasi di Liga 1 sudah pasti akan memunculkan protes dari pemain dan pemilik klub.
Pemilik klub Liga 2 dan Liga 3 misalnya sudah pasti merasakan ketidakadilan karena harapan untuk bisa naik ke Liga 1 pupus begitu saja.
“Selain itu nasib pemain Liga 2 dan Liga 3 kian tidak jelas karena harapan untuk bermain menjadi dan mendapatkan fasilitas sesuai kontrak tidak terwujud” katanya.
Huda menyebut kontroversi penghentian Liga 2 dan Liga 3 menjadi bukti ketidakjelasan tata kelola kompetisi sepak bola di Indonesia.
Maka wajar saja jika prestasi tim nasional tidak kunjung membaik. Padahal federasi sudah melakukan banyak langkah instan dengan melakukan naturalisasi pemain dari berbagai negara.
“Prestasi timnas yang baik salah satunya harus lahir dari organisasi yang sehat, transparan dan akuntabel. Kualitas liga atau kompetisi itu juga menentukan prestasi timnas yang baik,” katanya.
Politikus PKB ini menegaskan pasca terjadinya Tragedi Kanjuruhan harusnya fokus stake holder sepak bola di Indonesia melakukan evaluasi besar-besaran terkait cetak biru pengelolaan sepak bola di tanah air.
Menurutnya harus ada perubahan mendasar terkait tata kelola kompetisi, kejelasan kepemilikan klub, hingga kejelasan kualifikasi pengurus federasi.
“Tapi jatuhnya korban hingga 135 jiwa tidak cukup menjadi pengingat bahwa sepak bola Indonesia membutuhkan perubahan mendasar, sehingga ada keputusan kompetisi diputar dan sekarang sebagian dihentikan kembali,” katanya.
Komisi X DPR, kata Huda akan mempertimbangkan pemanggilan Kementerian Pemuda dan Olah Raga serta PSSI ke DPR. Menurutnya perlu ada penjelasan alasan penghentian roda kompetisi Liga 2 dan 3 di Indonesia.
“Selain itu kami juga akan kembali mempertanyakan arah perbaikan pengelolaan sepak bola di tanah air,” pungkasnya.