TRIBUNNEWS.COM- Liverpool membutuhkan keajaiban untuk memukul balik Real Madrid dalam leg kedua babak 16 besar Liga Champions di Stadion Santiago Bernabeu, Madrid, Kamis (16/3) dini hari nanti. Dalam leg pertama di Anfield, The Reds hancur lebur digulung Los Blancos 2-5.
Ini artinya, mengacu kepada peraturan baru UEFA, Liverpool membutuhkan kemenangan 3-0 untuk membawa skor imbang 5-5, dan berlanjut ke perpanjangan waktu.
Aturan baru ini menguntungkan The Reds. Pasalnya, dalam aturan lama yang memperhitungkan gol tandang, kemenangan 3-0, dan 4-1 juga menjadi tak berarti.
Masalahnya, bisakah Liverpool memanfaatkan keuntungan dari aturan baru tersebut, dengan kata lain bisakah The Reds memukul balik Real Madrid, dengan skor minimal 4-0 untuk lolos langsung ke perempat final?
Yang pertama harus disorot, rekor Real Madrid hampir sempurna, nyaris selalu lolos saat memenangkan leg pertama di Liga Champions.
Dari 27 kali kesempatan menang di leg pertama, mereka lolos ke babak selanjutnya sebanyak 26 kali. Satu-satunya kegagalan adalah saat dipukul balik Ajax di era Erik Ten Hag pada musim 2018-19.
Yang kedua, rekor tandang Liverpool terbilang memprihatinkan saat ini.
Pasukan asuhan Juergen Klopp ini hanya memliki dua kemenangan tandang dari delapan laga tanda di tahun 2023.
Selain itu, faktanya, The Reds selama ini inferior di hadapan Madrid, di mana mereka tak pernah menang dalam tujuh laga terakhir di Liga Champions, dengan enam kali kalah, dan sekali seri.
Jadi, jika mengacu itu semua, di atas kertas, sangatlah tipis peluang bagi The Reds untuk membalikkan keadaan di Bernabeu nanti.
Namun, meski sulit, selalu ada harapan untuk keajaiban. Jangan lupa, pada perempatfinal 2008-09 lalu, Liverpool pernah menggilas Real Madrid pada leg kedua di Bernabeu. Tebak berapa skornya saat itu? 0-4!
The Reds sebenarnya tak asing dengan comeback spektakuler di Eropa. Bukankah mereka pernah bangkit dari ketertinggalan 3-0 untuk mengalahkan Barcelona 4-3 secara agregat di Anfield pada 2018-19?
Lantas, siapa kira-kira pemain Liverpool yang diharapkan bisa jadi pembawa keajaiban di Bernabeu? Merujuk pada menit-menit awal leg pertama di Anfield lalu, Darwin Nunez terlihat sungguh trengginas.
Kecepatan, dan kekuatannya seperti sulit ditandingi para bek Madrid, di mana dia mencetak gol pembuka di menit ke-4. Sayang, setelah itu segalanya jadi serba-sulit sehingga ketajamannya pun menguap kemudian.
Kelemahan utama dari bomber Uruguay ini memang pada penyelesaian akhir. Tak ada pemain di Liga Primer yang mencatatkan rata-rata lebih banyak tembakan per 90 menit daripada Núñez.
Dia juga menempati posisi teratas klasemen untuk "Gol yang Diharapkan" (Expected Goals/xG) per 90, di depan Erling Haaland di urutan kedua. Sayangnya, penyelesaiannya terbukti tidak dapat diprediksi.
Pelatih Juergen Klopp telah memberinya saran agar jangan terburu-buru saat mendapat peluang. Dia meminta sang bomber berhenti satu detik dulu, sebelum mengeksekusi peluang.
Memang, Nunez kerap panik ketika dihadapkan dengan peluang untuk mencetak gol, jadi Klopp benar dalam hal itu. Faktanya, dia mengumpulkan 36 tembakan setelah melakukan dua atau lebih sentuhan di semua kompetisi musim ini, dengan hanya mencetak satu gol.
Ketika dia punya waktu untuk berpikir, dia sepertinya akan berlama-lama dan menunda tindakan terbaik.
Angka-angka itu berubah drastis saat Nunez menembak dengan sentuhan pertamanya. Data dari Football Transfer, striker berusia 23 tahun ini telah mengumpulkan 60 tembakan dalam satu sentuhan, dengan 13 di antaranya menjadi gol.
Ini mungkin menjadi penanda keunggulan klinisnya ketika dia bereaksi berdasarkan insting. Jadi, seperti ditulis Josh Williams di situs Liverpool.com, Nunez sesekali harus mengabaikan saran Klopp untuk sedikit berlama-lama saat mendapat peluang.
Alih-alih, tulis Williams lagi, khusus untuk duel kontra Madrid di mana The Reds sangat membutuhkan banyak gol, Nunez mungkin harus belajar dari jurus pelatih Madrid, Carlo Ancelotti.
Saat menukangi Everton, Ancelotti berhasil mengasah ketajaman striker Dominic Calvert-Lewin dengan memaksimalkan sentuhan pertama.
Calvert-Lewin kala itu dipaksa memakai instingnya untuk langsung mengeksekusi bola dalam sentuhan pertama, tanpa perlu berlama-lama, atau berpikir panjang lagi. Mirip seperti yang dilakukan Ancelotti saat dia membesarkan Filippo Inzaghi di AC Milan silam.
Membombardir setiap sentuhan pertama, mungkin itu juga yang harus dilakukan Nunez untuk menghadirkan keajaiban bagi Liverpool di Bernabeu dini hari nanti. (Tribunnews/den)