TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gerakan Sepak Bola Untuk Rakyat menggelar aksi seribu lilin dan doa bersama untuk selamatkan masa depan sepak bola Indonesia.
Ratusan para pecinta sepak bola Indonesia baik dari kalangan mahasiswa atau suporter ikut dalam aksi ini di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, Selasa (4/4/2023) malam.
Aksi ini dilakukan setelah Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang sejatinya bergulir pada 20 Mei – 11 Juni 2023.
“Ini kan aksi seribu lilin sebagai respon kita dari teman-teman suporter, masyarakat karena sepak bola milik semua kalangan terhadap gagalnya kita sebagai tuan rumah piala dunia U-20,” kata Ferri Bastian,
Ketua Gerakan Sepakbola Untuk Rakyat. Ferri mengatakan batalnya Piala Dunia U-20 tak hanya memutus mimpi para pesepakbola muda Indonesia tampil di Piala Dunia U-20, sektor-sektor lainnya juga terkena dampaknya.
Kini ia hanya berharap Indonesia tidak mendapatkan sanksi berat dari FIFA seperti tahun 2015 di mana Indonesia sempat di banned oleh FIFA.
Seperti diketahui, atas pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, FIFA juga sempat menyatakan akan memberikan sanksi selanjutnya.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir pun kini sudah bertolak ke Eropa guna bertemu FIFA.
Salah satu tugasnya yakni bernegosiasi kepada FIFA agar Indonesia tidak mendapatkan sanksi.
“Variable kekecewaan kita lihat tuh beberapa sektor pasti dirugikan sektor pariwisata, UMKM, bahkan hari ini FIFA dengar-dengar mau sanksi FIFA,” kata Ferri.
“Pak Ketua Umum PSSI, Pak Erick sedang berjuang untuk memperjuangkan bagaimana kita jangan dibanned oleh FIFA karena kita punya catatan buruk pernah dibanned FIFA."
"Kalau itu terjadi lagi semuanya berdampak, UMKM, para pelaku sepakbola, karena sepakbola sangat berpengaruh,” jelasnya.
Dalam aksi ini Ferri juga menegaskan agar kedepan jangan lagi mencampuradukan urusan olahraga dalam hal ini sepak bola dengan urusan politik.
Sepak bola adalah alat perjuangan bangsa dan sebagai hiburan rakyat Indonesia.
“Sepak bola itu alat perjuangan dan sepakbola itu jadi hiburan masyarakat indonesia, setiap orang bisa melihat sepakbola namun sekarang nyatanya diaktifkan dengan politik dan itu harusnya dipisahkan. Tidak boleh dicampuradukan,” pungkasnya.(Tribunnews.com/Abdul Majid)