TRIBUNNEWS.COM - Kisah hebat pernah terukir di kompetisi Liga Inggris pada musim 2015/2016.
Pada tahun itu, Leicester City yang berstatus tim kuda hitam berhasil mengejutkan banyak pihak dengan prestasinya juara Liga Inggris.
Leicester City menjuarai Liga Inggris 2015/2016 dengan rincian 81 poin.
Klub berjuluk The Foxes ini mampu meraih 23 kemenangan, 12 imbang dan 3 kekalahan selama 38 pertandingan.
Baca juga: Laga Penghakiman Leicester City, Tragisnya Kisah Mantan Juara Liga Inggris yang Rawan Terdegradasi
Di balik kesuksesan Leicester City menjuarai Liga Inggris, Claudio Ranieri pantas diberikan sanjungan yang sangat tinggi.
Pasalnya, Ranieri baru ditunjuk Leicester City sebagai manajer baru pada musim itu.
Ranieri pun sukses menuliskan kisah besar dengan membawa Leicester City juara Liga Inggris di tahun pertamanya menjabat pelatih.
Roda Berputar
Namun rajutan Ranieri dengan Leicester hanya bertahan 2 musim.
Juru taktik asal Italia itu resmi meninggalkan Leicester City pada Februari 2017.
Perpisahan ini membuat Ranieri maupun Leicester City berjalan menentukan nasibnya sendiri-sendiri.
Leicester City pun gagal mempertahankan status juara Liga Inggris yang mereka dapatkan.
Seperti roda yang berputar, Leicester City justru sering bersaing di papan tengah.
Puncaknya pada 2022/2023 musim ini, Leicester City diambang degradasi ke kasta kedua sepak bola Inggris.
Leicester City sekarang berada di zona degradasi posisi 18 dengan 31 poin.
Mereka tampil buruk karena hanya mencatatkan 8 kemenangan dan 7 imbang. Sisanya 22 kali menderita kekalahan.
Menyedihkan
Nasib Leicester City saat ini turut disoroti Claudio Ranieri yang mengaku sedih.
Menurutnya, sepak bola dapat mewujudkan sebuah mimpi dan mimpi buruk bagi beberapa pelakunya.
“Saya merasakan kesedihan untuk para penggemar mereka yang luar biasa. Sepak bola membawa mimpi dan juga mimpi buruk,” ujar Claudio Ranieri dikutip dari laman Football-Italia.
Ia lantas teringat dengan beberapa momen saat masih menjadi pelatih Leicester City.
Salah satunya mengenai dukungan para suporter Leicester City yang bahagia merayakan kemenangan.
“Saya akan selalu mengingat pertandingan melawan Sunderland, yang secara praktis dimainkan di Skotlandia."
"Saya melihat dua atau tiga bus penuh dengan orang tua yang telah melakukan perjalanan untuk menghadiri pertandingan dan saya berpikir, jam berapa mereka bangun untuk melakukan perjalanan ini?
“Ada juga komunitas Asia yang besar di Leicester dan banyak dari mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka bersyukur sepak bola membantu lebih mempersatukan kota."
"Itu melampaui Liga Premier yang kami menangkan," tandasnya.
Terlepas nasib mantan timnya, arsitek berusia 71 tahun itu juga sedang berjuang mempromosikan Cagliari ke kasta tertinggi.
Cagliari telah memasuki babak playoff semifinal dan menyisakan 2 pertandingan lagi untuk bisa kembali bermain di Liga Italia.
(Tribunnews.com/Ipunk)