TRIBUNNEWS.COM - Tiga puluh satu tahun lalu (musim 1991/1992), Luton Town terdegradasi dari Divisi Utama Liga Inggris. Kemenangan atas Conventry City pada final playoff Championship tadi malam melalui babak penalti 1-1(6-5) mengakhiri penderitaan tim yang hampir bangkrut hingga bermain di kompetisi non-liga ini, Sabtu (27/5/2023).
Sejak musim itu dan pertama kalinya Liga Inggris berubah format English Premier League, Luton Town tak pernah merasakan hangatnya persaingan di kasta teratas.
Klub yang bermukim di selatan Kota London ini mengalami pasang surut, krisis keuangan, deduksi 30 poin karena masalah penyimpangan keuangan, dan pada waktu bersamaan harus degradasi ke divisi kelima, non-liga pada tahun 2008-2009.
Kemenangan Luton Town dari Coventry City bukanlah sebuah keberuntungan semata, tim asuhan Rob Edwards itu akan menjadi pendamping Burnley dan Sheffield United tampil di Liga Inggris musim 2023/2024.
"Rasanya luar biasa," ucap Rob Edwards usai pertandingan dikutip dari Washington Post.
9 Tahun Lalu
Sembilan tahun lalu, Luton Town mengalami kesulitan keuangan, ditandai dengan tim bermain di tingkat kelima Inggris.
Mimpi untuk berbenah dan meraih cita untuk kembali ke persaingan yang sehat, Luton Town setidaknya membutuhkan waktu selama lima musim keluar dari non-liga Liga Inggris yang saat ini bernama National League.
Upaya meraih mimpi itu didapat Luton Town dalam tiga kesempatan tampil di babak play-off untuk naik ke Laegue Two.
Tapi, kesempatan baru berhasil mereka raih pada tahun 2014-2015 saat Luton Town dinahkodai oleh John Still, pelatih asal London kelahiran West Ham.
Musim pertama di League Two (Divisi II Liga Inggris), Luton Town finis di peringkat 8 klasemen.
Mulai dari musim 2016/2017, Luton Town mampu bersaing di papan atas League Two yang saat itu dilatih oleh Nathan Jones.
Pada musim 2018/2019, Luton Town berhasil finis di peringkat pertama dan otomatis promosi ke Championship Liga Inggris (Divisi I).
Musim 2022/2023, Luton Town yang dikomandoi Rob Edwards finis di peringkat 4 untuk menjalani play-off Liga Inggris.
Mimpi mereka untuk kembali ke Liga Inggris sempat goyah karena dikalahkan Sunderland pada pertemuan pertama di Stadium of Light.
Tapi saat bermain di Kenilworth Road dengan dukungan penuh suporter, Luton Town mampu menang dengan skor 2-0 untuk melaju ke final.
Di babak final yang berlangsung di Wembley Stadium, laga melawan Coventry City berakhir dengan skor 1-1 pada waktu normal hingga tambahan waktu 2x15 menit.
Penendang keenam Coventry, Fankaty Dabo gagal menjalankan tugasnya dan berakhir untuk kemenangan Luton Town yang akan menikmati gemerlapnya Liga Inggris musim depan.
Menurut Washington Post, Luton Town merupakan klub pertama yang yang promosi ke Liga Inggris (English Premier League, kasta teratas, nama sejak 1992) setelah bermain bermain di luar Liga Sepak Bola Inggris (tiga tingkat di bawah EPL).
Kenilworth Road
Kandang Luton Town di Kenilwortf Road dengan kapasitas 10.356 kursi yang dibangun pada tahun 1905 adalah stadion terkecil di Liga Inggris, menurut Reuters.
"Kursinya adalah rangkaian warna tanpa rima atau alasan, seperti Lego yang tumpah. Ada yang begitu usang hingga warna aslinya yang menjadi misteri."
"Kotak eksekutif menyerupai rumah kaca yang jaraknya hampir satu lengan dari bangku tim," tulis Reusters.
Serta belum lama ini yang viral di media sosial, bentangan spanduk bertuliskan, "Sepak bola adalah milik para penggemar. Bukan syekh, oligarki, pejabat, dan bankir."
Stadion Kelinworth Road begitu erat dengan lingkungan perumahan yang dikunjungi dan hampir menyerupai rumah bertingkat sederhana dari sisi luar.
Menurut laporan The Athletic, Luton Town akan tetap menggunaka KenilWorth Road sebagai markas mereka.
Laporan tersebut menyebutkan pihak klub akan mengeluarkan dana hingga 10 juta pounds untuk melakukan renovasi kilat agar bisa memenuhi persyaratan Liga Inggris.
(Tribunnews.com/Sina)