VPC juga menyayangkan kenaikan harga tiket tidak diimbangi dengan perubahan fasilitas di Stadion GBLA.
Salah satunya kondisi toilet Stadion GBLA yang memerlukan perbaikan.
"Kami tidak menolak sistem online, karena dari musim kemarin sudah online. Hanya saja sistem pembelian sekarang itu rumit, karena harus lewat aplikasi yang harus diverifikasi.
"Setelah verifikasi kami juga harus membeli tiket secara secara individu, padahal untuk komunitas biasanya kolektif, karena banyak rombongan yang berangkat dari luar kota," ucapnya.
Tobias pun mengaku, telah menyampaikan persoalan tersebut kepada manajemen Persib, namun hingga kini belum ada titik temu, dan manajemen masih menutup mata atas masalah itu.
Oleh karena itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan semua distrik, dan telah bersepakat untuk menggelar aksi boikot pertandingan kandang kedua Persib nanti.
"Jadi kami minta, manajemen jangan terlalu memaksakan kehendak, sosialisasi yang kami perlukan dari manajemen.
"Kalaupun ingin tetap menerapkan hal ini (sistem baru) harus jelas dengan kondisi yang ada. Proses verifikasinya yang tidak menyulitkan. Jadi jangan terlalu memaksakan lah," ujar Tobias.
Disinggung terkait, sektor penjualan tiket menjadi hal kurang berpengaruh terhadap neraca pendapatan klub dibandingkan sektor lainnya.
Tobias menuturkan, hal tersebut pun pernah didengarnya dari beberapa rilis manajemen yang diterbitkan media.
Dimana, dari informasi tersebut, disebutkan bahwa pendapatan utama klub itu, seolah hanya bersumber dari sponsorship, merchandise dan hak siar.
Sehingga pendapatan dari penjualan ticketing seolah berada paling bawah.
Bahkan, dari rilis terakhir, lanjut Tobias, pembelian tiket komunitas itu hanya sepuluh persen.
"Dari rilis itu, kami beranggapan bahwa manajemen melihat keberadaan komunitas itu hanya sepuluh persen, dan merasa 90 persen lainnya masih ada penonton yang siap ke stadion.