Wawancara Eksklusif Sabina Katya, Humas PT LIB, Alasan Banting Setir dari Wushu ke Dunia Sepak Bola
TRIBUNNEWS.COM- Operator kompetisi sepak bola di Indonesia, PT Liga Indonesia Baru atau LIB merekrut dara muda Sabina Katya Viena Diva.
Eks atlet wushu yang pernah meraih medali emas kejurnas wushu tahun 2014 ini dipercaya PT LIB sebagai public relations alias humas.
Tugas utama Sabina adalah membangun hubungan positif antara PT LIB dengan publik dan mengelola citra serta reputasi perusahaan.
Senin (12/2) lalu, Sabina mengunjungi Studio Tribun Network di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ia membagikan kisahnya yang pernah berkecimpung di dunia olahraga, tampil di layar kaca pada sinetron berjudul "Saur Sepuh the Series" dan "Anak Langit" selama kurun 2017-2020, hingga pendidikan hukum yang ia tuntaskan di Universitas Indonesia.
"Saya juga sempat kerja di APPI (Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia). Di sana saya masih mengerjakan hukum," kata wanita pengagum karakter "Wonder Woman" kelahiran Jakarta, 30 Juni 1998 ini.
Baca juga: PT LIB Gelar Uji Coba Pertandingan, Rencana Penggunaan VAR di Liga 1 Tetap Lanjut
Berikut wawancara eksklusif Sabina Katya bersama jurnalis Tribun Network Rafsanzani Simanjorang seputar tugas dirinya sebagai humas PT LIB, persoalan tunggakan gaji klub terhadap pemainnya, hingga rencana jangka panjang PT LIB:
Kenapa Anda bersedia menjadi humas PT LIB, kenapa berpaling ke sepak bola?
Sepak bola ini menarik karena stake holder-nya besar, prestasi sudah lumayan meningkat. Saya melihat industrinya juga sudah besar ketimbang cabor lain seperti basket yang belum se-nice sepak bola. Jadi saya melihat ini sebuah opportunity di mana passion saya juga di dunia olahraga.
Insya Allah saya menguasai bidang hukum, tinggal bagaimana saya belajar soal industrinya.
Menurut saya market (pasar) sepak bola Indonesia itu tidak akan pernah habis. Di olahraga pun olahraga ini rasanya tidak akan tergantikan dengan AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) di masa mendatang. Sebab ini kan aktivitas fisik. Contoh sudah ada e-sports (olahraga elektronik)
tapi nyatanya tidak menghabiskan atau menurunkan minat kepada (olahraga) yang nyata.
Apa tugas Anda sebagai humas PT LIB?
Saya ingin meningkatkan image positif PT LIB, istilahnya mau naik kelas. Artinya program-program yang kami punya harus tersampaikan. Kami mau merangkul semua, suporter pun dirangkul meski itu adanya di bawah PSSI. Tapi karena bersinggungan dengan klub dan klub punya suporter, jadi kami mau rangkul semuanya. Liga harus bareng-bareng, PSSI tidak bisa sendiri.
Tugas saya, menyampaikan segala informasi yang ingin diberikan PT LIB dan dibutuhkan masyarakat. Saya juga bertugas sebagai creative development, di mana saya buat campaign untuk membuat inisiatif dan membuka peluang baru kepada masyarakat sepakbola, entah itu klub atau fans. Jadi kami mau yang ada di LIB ini berkelanjutan dan tidak hanya itu-itu saja.
Sepak bola Indonesia jauh dari sempurna dan perlu banyak perbaikan. Apacara yang bakal dilakukan PT LIB?
Ya memang tidak mudah tapi kami enggak boleh jalan di tempat. Kami harus jalan terus. Jangankan
bola, mengurus wushu saja tidak mudah walupun prestasinya terus naik. Istilahnya (wushu) kan lebih kecil ya. Kalau di sepak bola tuntutannya banyak, semua orang indonesia nonton bola.
Kemudian masyarakat diajak naik kelas, bagaimana caranya tertib. Terus apa yang kami lakukan boleh dimonitor cuma kalau saya pantau sosmed (media sosial), itu lebih banyak yang menjatuhkan nih. Saya tahu mereka semangatnya pasti (liga) harus bagus tapi kami kan lagi berproses. Yang kami terapkan di sini, di negara lain susah pada awalnya. Misalnya VAR. Di Thailand atau di negara lain, mereka sampai empat tahun baru bisa (lancar).
Kemarin kembali muncul soal tunggakan gaji pemain. Apa langkah nyata PT LIB agar persoalan itu tak berulang setiap tahun?
Jadi untuk kasus yang kemarin, ternyata di musimlaluadakeputusan NDRC (National Dispute Resolution Chamber/Badan PeradilanArbitrase Nasional). Kabarnya sudah aman tapi ujung-ujungnya malah kejadian lagi. Ini yang sebenarnya kami juga bingung karena total tunggakannya tidak menutup dari kontribusi kami dan klub justru berharapnya kami cepat-cepat mencairkan dana kontribusi. Sedangkan di kami kan tidak bisa karena harus ada tanggung jawabnya. Kemudian apa langkah yang kami lakukan?
Kedepan, kami bakal memperketat "monitoring financial club" supaya kejadian ini tidak terulang kembali, karena jujur yang satu ini unik sih. Kami mau jemput bola untuk selalu monitor. Kami akan membuat standarisasi klub dan harus dipatuhi.
Selain VAR, hal apalagi yang menjadi program PT LIB?
Soal VAR kan karena kemarin-kemarin masalahnya di wasit. Kami ingin membuat kompetisi lebih objektif. Lalu ada Liga Fans ID (aplikasi) karena memang kami fokus ke suporter karena lumayan banyak insiden yang melibatkan mereka. Karena ingin membangun sepak bola Indonesia, kami ingin satu pintu terkait data suporter.
Jadi kalau misalnya dia berbuat tidak baik, rusuh, kami bisa antisipasi kedatangannya (ke stadion). Kami punya istrumen untuk mendeteksi orang-orang yang tidak tertib supaya orang merasa nyaman berada di stadion.
Kalau misalnya orang-orang nyaman, pastinya akan banyak yang mau ke stadion. Kami tidak mau lagi ada orang yang datang ke stadion untuk nonton sepak bola tapi kapok karena rusuh terus. Kemudian ada "LIB Superapp". Di aplikasi itu suporter bisa membeli tiket pertandingan dan terintegrasi dengan hotel dan tiket pesawat.
Jadi kalau mau nonton pertandingan di sebuah kota misalnya, bisa ke "LIB Superapp". Pesan pesawat dan hotel itu ada diskonnya. Intinya kami di sini terus berbenah, mohon kerjasamanya.
(Tribunnews/Abdul Majid)