Xabi Alonso dari Bayer Leverkusen dapat mengonfirmasi statusnya sebagai bintang pelatih yang sedang naik daun di final Liga Europa, tetapi ia akan menghadapi si rubah tua yang cerdik dalam diri Gian Piero Gasperini dari Atalanta.
Alonso menolak tawaran mantan klubnya Liverpool dan Bayern Muenchen untuk tetap melatih Leverkusen setelah memimpin klub tersebut meraih gelar Bundesliga pertama mereka dengan musim tak terkalahkan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Juara Jerman itu belum pernah kalah dalam 51 pertandingan di semua kompetisi dan berpeluang meraih treble yang luar biasa di dua final pekan ini.
Leverkusen adalah favorit besar untuk mengalahkan tim strata kedua Kaiserslautern di final Piala Jerman.
Namun mereka menghadapi tugas yang jauh lebih sulit di Dublin melawan tim Atalanta yang juga bisa mencapai musim terhebat dalam sejarah mereka.
Sebuah klub provinsi dari Bergamo, Atalanta secara tradisional hidup di bawah bayang-bayang raksasa terdekat AC dan Inter Milan.
Namun, mereka menikmati masa keemasan di bawah asuhan Gapserini dan akan bermain di Liga Champions musim depan untuk keempat kalinya dalam lima tahun.
Secara konsisten gagal meraih trofi untuk menandai era yang melebihi beban mereka. Atalanta belum pernah mengangkat trofi selama 61 tahun setelah kalah tiga kali di final Coppa Italia dalam enam musim terakhir, yang terbaru dari Juventus kurang dari seminggu yang lalu.
"Apakah ini titik tertinggi dalam karier saya? Ya, dalam hal prestasi dan prestise, tentu saja," kata Gasperini kepada UEFA.com saat mencapai final Eropa pertama bagi klubnya.
"Saya rasa memenangkan piala tidak selalu menjadi parameter yang digunakan untuk menilai kesuksesan. Setiap orang punya tujuannya masing-masing. Ketika Anda berhasil melampauinya sejauh ini, seperti yang terjadi di Atalanta, Anda tetap harus merasa sangat puas . Jika kami juga berhasil menambah satu piala, tentu kami akan semakin puas,” katanya.
Pelatih berusia 61 tahun itu mengatakan dunia Atalanta telah berubah sejak ia mengambil alih delapan tahun lalu.
Saat itu bertahan di Serie A saja sudah sebuah kesuksesan. Kini sepak bola kontinental mungkin sudah menjadi hal biasa, namun mereka menikmati dua malam terbaik mereka dengan mengalahkan raksasa Eropa Liverpool dan Marseille dalam perjalanan ke Dublin.
Kesediaan Gasperini untuk mengambil risiko dengan gaya sepak bola menyerang dan membina talenta muda membuat Alonso kagum.
“Dia punya rencana yang jelas dan membangun tim dengan mentalitas kuat dan kualitas tinggi,” kata pelatih asal Spanyol itu.