TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pesawat Airbus A320 milik maskapai penerbangan Indonesia AirAsia yang jatuh pada Minggu (28/12/2014) di Laut Jawa disebut memiliki perilaku yang di luar kewajaran pesawat penumpang pada umumnya.
Hal tersebut terungkap dari bocoran data automatic dependent surveillance-broadcast (ADS-B) yang didapat pada minggu-minggu awal setelah pesawat dengan nomor penerbangan QZ8501 itu dinyatakan hilang saat menempuh rute Surabaya-Singapura.
Foto dengan resolusi rendah yang didapat tersebut menunjukkan rekaman data ADS-B dari QZ8501. Di dalam rekaman foto tersebut, terdapat informasi seperti nomor penerbangan, waktu (dalam standar UTC), posisi lintang dan bujur, ketinggian pesawat, kecepatan, dan sebagainya.
Seorang sumber yang menolak untuk disebut namanya mengatakan foto data ADS-B tersebut memang benar dari PK-AXC, Airbus A320 yang melayani rute Surabaya-Singapura pada Minggu (28/12/2014).
Dari data ADS-B tersebut, beberapa fakta terungkap tentang perilaku pesawat sesaat sebelum hilang dari pantauan radar. QZ8501 terpantau sedang berada di ketinggian 24.025 kaki dengan kecepatan ground speed 64 knots, dan vertical speed - 11.518,75 kaki per menit.
Ground speed adalah kecepatan yang dihitung berdasar posisi pesawat dari satu titik di atas permukaan bumi ke titik lainnya, atau berdasar data GPS.
Angka negatif dalam nilai vertical speed menunjukkan pesawat sedang kehilangan ketinggian. Kecepatan penurunan ketinggian dengan nilai 11.000 kaki per menit tersebut dianggap tidak wajar oleh beberapa pengamat penerbangan, terlebih jika melihat ground speed yang kecil, sekitar 60 knots, sementara airspeed pesawat tidak terbaca.
Kegagalan struktur?
"Susah untuk dibayangkan bagaimana perilaku pesawat saat itu, di luar kewajaran," ujar pengamat penerbangan Gerry Soejatman saat dijumpai, Minggu (18/1/2015).
Menurut Gerry, dengan kecepatan jatuh vertikal 11.000 kaki per menit dan percepatan hingga 24.000 kaki per menit, sementara ground speed hanya 60 knots, pesawat seolah seperti jatuh vertikal begitu saja.
Hal itu menjelaskan kenapa serpihan pesawat ditemukan hanya 10 kilometer dari lokasi hilang kontaknya di radar.
Gerry membandingkan perilaku A320 milik Indonesia AirAsia yang jatuh tersebut dengan A330 milik Air France penerbangan 447 yang jatuh di Samudra Atlantik pada Juni 2009.
"Walau AF447 jatuh dengan kecepatan vertikal yang tinggi (10.000 kaki per menit ke bawah), ground speed-nya juga tinggi (107 knots), sementara QZ8501 ini tidak," ujarnya.
Menurut Gerry, salah satu penjelasan logis terhadap kejadian seperti itu adalah adanya updraft (angin kencang ke atas) disertai dengan downdraft (angin kencang ke bawah) yang tiba-tiba. Penyebab lain, bisa jadi karena gagal struktur di badan pesawat.
1 hingga 2 menit
Masih berdasar data ADS-B yang sama, QZ8501 diketahui sempat menanjak dari ketinggian jelajah 32.000 kaki ke 36.000 kaki dengan kecepatan vertikal antara 6.000 hingga 9.000 kaki per menit.
Hal tersebut juga sesuai dengan pernyatan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/1/2015) malam.
Jika dihitung-hitung, dengan kecepatan jatuh 11.000 hingga 24.000 per menit, maka waktu yang dibutuhkan pesawat jatuh dari ketinggian 36.000 kaki hingga sampai ke permukaan air laut hanyalah sekitar 1 hingga 2 menit.
Bocoran data ADS-B ini sedikit menguak apa yang dialami oleh QZ8501. Data yang lebih banyak masih tersimpan di dalam CVR dan FDR pesawat yang saat ini masih dalam investigasi tim di KNKT.
Masyarakat kini menunggu hasil investigasi KNKT tersebut untuk mengetahui penyebab kejadian pastinya. (Reska K. Nistanto)