News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jempol Jadi Alat Facebook Kampanyekan Perang ISIS

Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM – Facebook ingin melawan ISIS dengan "jempol biru" sakti, alias tombol "Like" yang tersedia di layanan jejaring sosialnya itu.

Perlawanan dengan jempol itu disebut Facebook dengan "Like Attack".

Seperti namanya, "serangan jempol" ini bertujuan membanjiri akun-akun terkait ISIS dengan Like dan komentar positif yang berlawanan dengan posting bernada negatif.

Hal tersebut diungkapkan oleh Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg di acara World Economic Forum di Davos, Swiss, Rabu (20/1/2016).

Sandberg berkaca kepada kasus halaman Facebook yang mendukung partai neo-Nazi di Jerman.

Alih-alih menghujat dan menyebarkan pesan negatif, ratusan ribut pengguna Facebook di negara itu dengan sengaja justru memberikan Like dan komentar-komentar positif.

Alhasil, ketika laman posting itu kembali dibuka, kesan yang ditimbulkan telah berbalik.

"Apa yang tadinya (halaman Facebook) dipenuhi dengan pesan kebencian dan intoleransi, kini menjadi penuh toleransi dan menyebarkan harapan," kata Sandberg dari The Guardian, Jumat (22/1/2016).

Ia lalu mengatakan kampanye tersebut juga bisa dicoba untuk melawan ISIS di Facebook.

"Cara terbaik untuk melawan perekrut ISIS di Facebook adalah suara perekrut itu sendiri, yang kemudian sadar akan kesalahannya dan kembali untuk berbagi cerita yang sebenarnya," kata Sandberg.

"Melawan penyebaran pesan kebencian dengan pesan positif adalah cara yang terbaik saat ini," imbuhnya.

Sementara itu, pejabat-pejabat tinggi AS juga meminta Sandberg untuk memodifikasi tools Facebook yang bisa mencegah upaya bunuh diri, untuk melawan penyebaran pesan radikalisme lewat Facebook.

Saat ini pengguna Facebook bisa menandai (flag) teman yang dicurigai akan melakukan upaya bunuh diri, saat mereka melihat posting yang menjurus ke upaya tersebut.

Eksekutif di bidang teknologi dari AS kemudian berdiskusi apakah sistem yang sama juga bisa dipakai untuk melawan penyebaran ajaran radikalisme dan terorisme atau tidak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini