TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Awal 2016 ini, Pemerintah bakal mengeluarkan revisi Daftar Negatif Investasi. Salah satunya adalah soal kepemilikan asing di e-commerce.
Aturan yang baru itu nantinya bakal memungkinkan penyelenggara transaksi perdagangan melalui internet atau pos (e-commerce) dimiliki oleh asing.
Tapi, e-commerce yang mana yang dimaksud?
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, saat ditemui di kantor Kibar, Menteng, Jakarta, Kamis (11/2/2016), menjelaskan lebih lanjut.
Menurut pria yang akrab dengan panggilan Chief itu, ada tiga tingkatan e-commerce dalam kaitannya dengan investasi asing.
"Kalau yang baru mulai, yang kecil-kecil itu kan banyak, yang UKM itu kita proteksi dulu. Tidak boleh ada asing," ujarnya.
Tepatnya, untuk perusahaan e-commerce dengan nilai valuasi di bawah Rp 10 miliar, tidak boleh sama sekali diinvestasi oleh asing.
Sedangkan untuk valuasi di kisaran Rp 10 miliar - Rp 100 miliar, boleh diinvestasi asing dengan persentase maksimal 49 persen.
Nah, untuk yang bernilai di atas Rp 100 miliar, pihak asing dikatakan boleh memiliki hingga 100 persen.
"Karena, asing itu kan masuk, tapi suatu saat harus keluar kan. Jadi perlu dipikirkan strategi exit-nya," ujar Rudiantara.
Menurut Rudiantara, exit itu bisa dilakukan ke pasar modal. Artinya, lewat Initial Public Offering (IPO).
"Contohnya Tokopedia itu, kan nanti Softbank bisa exit (kalau IPO). Nanti masyarakat Indonesia bisa ambil (sahamnya)," paparnya.
Revisi Peraturan Presiden mengenai DNI ini, ujarnya, seharusnya muncul dalam waktu dekat. "Harusnya bulan ini, atau Bulan Maret lah," imbuh dia.
Semangat aturan ini, Rudiantara menambahkan, adalah untuk melindungi di satu sisi tapi juga membuat Indonesia tetap kompetitif di tingkat global.