TRIBUNNEWS.COM - Insiden baterai meledak pada Galaxy Note 7 agaknya mengikis kepercayaan Samsung terhadap anak perusahaannya sendiri, Samsung SDI.
Pasalnya, Samsung SDI merupakan penyuplai baterai untuk 70 persen Galaxy Note 7 yang telah diproduksi.
Menurut sumber dalam, Samsung akan menyetop kontribusi Samsung SDI dalam memasok baterai pada Galaxy Note 7 keluaran berikutnya.
"Sebagai tindak lanjut isu baterai, Samsung memutuskan untuk sementara tidak menggunakan baterai dari Samsung SDI pada Galaxy Note 7," kata sumber tersebut, sebagaimana dilaporkan KoreaHerald.
Selama ini, pabrikan Korea Selatan semacam Samsung dan LG kerap memproduksi sendiri komponen pada lini smartphone mereka, mulai dari baterai, layar, memori, RAM, hingga prosesor.
Biasanya produksi itu ditangani anak usaha langsung atau perusahaan yang masih berafiliasi.
Pada kasus Galaxy Note 7, baterai disuplai oleh dua perusahaan. Samsung SDI dominan dengan memproduksi baterai sebanyak 70 persen dari jumlah perangkat yang beredar.
Sementara itu, sisanya 30 persen ditangani manufaktur China bernama ATL.
Ironisnya, justru baterai buatan ATL yang sama sekali tak bemasalah. Persentase 70 persen baterai yang dibuat Samsung SDI setara dengan 2,5 jutaan Galaxy Note 7 yang ditarik dari pasaran.
Setelah ini, belum jelas apakah ATL akan dipercaya penuh untuk membuat baterai bagi semua Galaxy Note 7 keluaran selanjutnya atau tidak.
Yang jelas, kerugian Samsung karena insiden ini ditaksir mencapai 1 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 13 triliun.
Kendati begitu, jumlah kerugian finansial itu diperkirakan tak sampai 5 persen dari potensi pendapatan bersih Samsung pada 2016. (Baca: Biaya Penarikan Galaxy Note 7 Menyayat Hati Samsung)
Sebenarnya kerugian yang paling besar berasal dari sisi kepercayaan konsumen maupun rekanan. Baru-baru ini, Oculus mengimbau agar tak menjajal Gear VR pada Galaxy Note 7.
Gear VR sendiri merupakan perangkat realitas virtual yang dikembangkan Samsung dengan sokongan software dari Oculus.