TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Samsung menghentikan penjualan Galaxy Note 7 versi perbaikan karena sejumlah laporan baterai yang meledak atau terbakar dipandang sebagai suatu langkah luar biasa.
Perusahaan raksasa smartphone asal Korea Selatan tersebut menyatakan telah mengidentifikasi masalah baterai tanpa merinci lebih jauh.
Jika isi ulang baterai Lithium-ion terlalu cepat dilakukan atau terdapat kesalahan manufaktur, memang dapat menyebabkan hubungan arus pendek yang menyebabkan kebakaran.
Para ahli kini mendorong industri smartphone untuk mengganti baterai berbahan litium dengan bahan yang lebih aman.
"Saya pikir orang harus mulai mendorong teknologi baterai yang lebih aman," kata ahli penyimpanan energi Professor Clare Grey dari Cambridge University, seperti dikutip KompasTekno dari BBC Indonesia, Jumat (14/10/2016).
"Itu akan menjadi fokus penting penelitian dan pengembangan industri, cacat manufaktur bakal bisa diketahui saat uji coba awal," imbuhnya.
Hanya terdapat 35 kasus Galaxy Note 7 terbakar yang dilaporkan di seluruh dunia dibanding 2,5 juta unit yang dikirim menurut Samsung.
Baterai lithium yang dipakai Samsung ini juga umum dipakai industri teknologi. Jadi apa yang membuatnya berbahaya?
Sebelumnya, penting untuk memahami cara kerja baterai lithium. Baterai ini berisi sebuah katoda, anoda, dan litium.
Katoda dan anoda dipisahkan larutan organik bernama electrolyte dan bahan berpori bernama separator.
Litium bergerak menembus separator, di dalam larutan, di antara keduanya.
Charge cepat
Jika baterai di-charge terlalu cepat, itu akan membangkitkan panas, lapisan lithium akan terbentuk di sekitar anoda yang dapat menciptakan hubungan arus pendek.
"Biasanya Anda akan mempunyai sistem manajemen baterai yang mengendalikan tingkat arus charge," kata Grey.
"Baterai dioptimasi agar Anda tidak melakukan charge terlalu cepat, jika Anda melakukan hal ini Anda akan membentuk piringan lithium di baterai."
Karena alasan ini pula charging baterai memerlukan waktu yang lama.
Masalah lain yang dapat menyebabkan hubungan arus pendek di antaranya adalah lubangĀ kecil di logam yang terbentuk saat proses produksi, atau lubang kecil saat membungkus, atau yang terjadi saat baterai di-charge beberapa kali, karena materinya memang bisa mengembang dan berkontraksi.
"Proses manufakturnya saat ini sudah lebih baik dibandingkan 10-15 tahun lalu," kata Prof Grey.
Meskipun demikian, pembungkus baterai yang menggabungkan sel baterai, yang befungsi membangkitkan tenaga, juga dapat menimbulkan masalah, dan hal ini biasa terjadi.
Contohnya baterai berisi 12 sel yang biasa dipakai di laptop.
"Semakin banyak sel-nya, maka semakin besar kemungkinan mengalami kegagalan," tambahnya.
"Masih muncul sejumlah kecacatan, tetapi jumlahnya semakin sedikit. Ini adalah tantangan, karena baterai itu banyak yang diproduksi," kata Grey.
Hal yang perlu diperhatikan
Ada sejumlah gejala yang mengisyaratkan sebuah baterai akan mati, kata salah satu karyawan Geek Squad, situs yang memberikan pedoman perbaikan gadget.
"Kadang-kadang baterai akan mulai membengkak sebelum benar-benar mati, karena sel bagian dalamnya meledak," demikian disebutkan di situs mereka.
"Tetapi pembengkakan ini tidak selalu terjadi. Terkadang, pertandanya juga perangkat akan terasa lebih hangat daripada biasanya," imbuhnya.
Geek Squad menyarankan untuk membuang atau mengganti baterai yang menunjukkan tanda-tanda seperti di atas.
(Reska K. Nistanto/kompas.com)