TRIBUNNEWS.COM - Data tahun lalu menyebutkan bahwa selfie membunuh lebih banyak orang dibanding hiu. Sementara data tahun 2016 menyebut bahwa sudah ada 37 kematian disebabkan oleh aksi swafoto ini.
Tak hanya membunuh, selfie juga menyakiti, membuat orang terluka, membuat orang dilarikan ke rumah. Intinya, banyak orang sekarat gara-gara selfie.
Dan yang perlu dikhawatirkan lagi, angka ini akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyak orang yang gila memamerkan gambar diri.
Kandidat PhD Hemank Lamba yang bekerja di bidang pengembangan aplikasi foto selalu memperingatkan mereka sedang dalam bahaya.
Tak hanya itu, Hemank juga sedang menyelidiki cara menghentikan fenomena ini.
Hemank sendiri telah menerima laporan 127 orang meninggal ketika berswafoto.
76 di India, 9 di Pakistan, 8 di AS, dan 6 di Rusia. Angka itu, sebagian besar meninggal karena jatuh dari ketinggian—entah di tepi tebing atau gedung pencakar langit. Sebagian yang lain meninggal setelah nyemplung ke laut.
Tapi jika dicermati, penyebab kematian selfie cukup bervariasi di tiap negara.
Di Amerika dan Rusia, kematian karena selfie lebih mungkin terkait dengan senjata (pernah ada kasus di Amerika, meninggal setelah selfie dengan sebuah revolver).
Di India (jumlah paling banyak) sebagian besar karena tertabrak kereta api. Sepertinya di samping rel menjadi lokasi selfie favorit.
Terlepas dari itu, Hemank sedang mencoba untuk mengembangkan semacam “sistem peringatan selfie” sebagai sebuah aplikasi.
Aplikasi ini meliputi, salah satunya, data tentang di mana orang yang sedang selfie itu berada. Ia juga terpikir tentang sistem algoritma khusus yang dapat menganalisis pose foto yang terpajang di media sosial.
Sayangnya, aplikasi ini tidak memberi himbauan terkait tempat yang berstatus “bahaya selfie”.
Upaya mengurangi sekarat akibat selfie sejatinya telah dilakukan oleh beberapa kalangan.
Polisi India sendiri telah mengidentifikasi 16 area yang berkategori “dilarang selfie”—ini merujuk pada lokasi-lokasi di mana ada orang mati ketika selfie.