TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - CEO Erajaya Group, Hasan Aula mengeluh soal penanganan pemerintah terhadap ponsel 4G yang masuk dari jalur Black Market (BM) atau penjualan tidak resmi.
Menurutnya, pemerintah tidak tegas dan masih pilih kasih.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memang pernah mengeluarkan surat edaran yang dengan tegas meminta situs belanja online berhenti menjual iPhone 7 dan 7 Plus versi BM.
Pasca pengiriman surat tersebut, berbagai toko online pun mulai menghapus iPhone 7 dan 7 Plus dari daftar penjualannya.
Sayangnya, surat itu hanya melarang duo iPhone 7. Pemerintah tidak menyebut atau mengeluarkan surat serupa untuk merek lain.
Sedangkan kenyataannya, ada banyak sekali ponsel merek lain yang masuk ke Indonesia dengan cara ilegal.
“Seharusnya jangan pilih kasih. Karena soal produk BM ini, bukan cuma Apple saja yang ada. ponsel lain juga banyak yang beredar ilegal, tanpa sertifikat Postel,” ujarnya, Rabu (14/12/2016).
“Misalnya Xiaomi BM yang sudah memakai koneksi 4G. Masa produk BM seperti itu bebas-bebas saja beredar? Orang pun mudah sekali dapatnya, coba saja lihat melalui toko-toko online,” keluh Hasan.
Apple dan Xiaomi, hingga saat ini memang belum memasukkan ponsel tipe terbaru mereka ke Indonesia. Keduanya sama-sama terbentur aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan sekarang sedang berusaha memenuhinya.
Aturan yang dimaksud mensyaratkan vendor ponsel 4G memenuhi nilai TKDN minimal 20 persen pada 2016, dan mencapai 30 persen pada 2017.
Jika tidak berhasil mencapai nilai minimal itu, maka produsen dilarang memasukkan ponsel 4G ke Indonesia.
Namun sayang, selama proses pemenuhan TKDN, berbagai jenis ponsel terbaru Apple dan Xiaomi malah beredar bebas secara tidak resmi.
Bahkan, ditawarkan secara terang-terangan melalui berbagai situs belanja online.
“Aturan TKDN itu sebenarnya bagus. Apalagi dengan adanya pilihan investasi software, ini bisa membantu mengembangkan ekosistem industri di Tanah Air. Software punya nilai yang intangible dibandingkan hardware,”
“Kalau ramai barang BM, mestinya pemerintah kontrol. Larang juga brand lain yang tidak ada sertifikat Postel,” pungkasnya.
(Yoga Hastyadi Widiartanto/kompas.com)