TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tanggal 12 Mei 2017, serangan ransomware terbesar telah terjadi di dalam sejarah.
Dikenal sebagai ‘WannaCry’, program jahat yang memanfaatkan exploit Eternal Blue menyebar ibarat sebuah kebakaran yang tanpa pandang bulu menginfeksi PC di seluruh dunia dari komputer pribadi, perusahaan, pemerintahandanbahkanrumahsakit.
Namun, ternyata serangan Wanna Cry masih dapat mengancam pengguna komputer saat tini, mengapa demikian?
CTO Avast, Ondrej Vlcek mengatakan pihaknya telah mendeteksi dan memblok lebih dari 176 juta serangan Wanna Cry di 217 negara sejak serangan awal tahun lalu serta memblok 54 juta serangan selama Maret 2018.
"Di Indonesia, Avast telah berhasil memblok 17 juta lebih serangan Wanna Cry selama periode 12 Mei 2017 hingga 1 April 2018, kedua terbesar setelah Rusia," katanya.
Baca: Seberapa Rentahkan Perangkat IoT Terhadap Perestasan, Ini Kata Bos Avast
Mengingat kehebohan publik yang terjadi ketika ‘wabah’ pecah untuk pertamakalinya, kita akan cenderung berasumsi bahwa pengguna PC pribadi dan perusahaan-perusahaan telah memperbarui sistem mereka.
"Sayangnya, data kami menangkap bahwa hampir sepertiga (29%) komputer berbasis Windows di seluruh dunia masih rentan terhadap serangan WannaCry.
Keberhasilan Wanna Cry disebabkan oleh beberapa faktorutama, yaitu ransomware mengeksploitasi kerentanan yang terdapat di banyak PC yang menggunakan sistem operasi lama; sebagian besars istem operasi lama sudah tidak didukung pembaruan (update).
Untukmengantisipasi serangan WannaCry dan malware lain yang memanfaatkan exploit, pengguna harus melakukan pembaruan aplikasi dan sistem operasi dengan menerapkan patch terbaru.
"Bagi perusahaan, penerapan patch dapat dijadwalkan sehingga tidak mengganggu jam operasional kerja," katanya.