TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Viral serta tengah digandrungi kalangan muda, pemblokiran Tik Tok oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada Selasa (3/7/2018) kemarin, ditentang keras para penggunanya, salah satunya Cania, anak Tik Tok.
Lewat akun twitternya @Cittairlanie, Cania menuliskan surat terbuka. Surat itu berisi kekecewaaannya soal keputusan Menteri Kominfo Rudiantara menutup aplikasi sesukanya.
Karena, menurutnya bukan karena persoalan Tik Tok ataupun sejumlah aplikasi yang telah diblokir sebelumnya.
Kesalahan pemerintah, khususnya jajaran Kominfo, menurut Cania, lebih kepada gagalnya pemahaman teknologi informasi yang tengah berkembang saat ini.
Keputusan Kominfo pun ia nilai sangat percuma. Sebab, merujuk pada pemblokiran situs porno yang menghabiskan anggaran hingga Rp 200 miliar, situs yang telah diblokir katanya tetap dapat dengan mudah diakses kembali lewat sejumlah cara.
"Terus, apa hasilnya? It's safe to say: NOTHING. Literally, nothing. Bahkan segambreng situs yang diblokir itu tetep bisa diakses. Orang tinggal ganti proxy, masalah beres. Situs tetap bisa diakses. Mau lebih gampang lagi? Pake VPN. Mau lebih gampaaang lagi? Install browser khusus, akses dari situ," paparnya.
Padahal, lanjutnya, terdapat segudang masalah yang belum selesai, misalnya satire, hate speech, revenge porn, serta pencurian data siber mulai dari data keuangan hingga rekaman kamera CCTV.
Sedangkan alasan pemblokiran Tik Tok karena dianggap mudarat, menurutnya justru tidak logis.
Pemahaman tidak bermanfaat, menurut Cania bersifat relatif dan tidak dapat digeneralisasikan. Sehingga, hal terpenting bukanlah langkah pemblokiran, tetapi edukasi kepada masyarakat.
"Mudaratnya apa? Gak jelas. Mudarat menurut siapa? Gak jelas. Apakah mudarat itu hilang dengan pemblokiran aplikasi ini? Coba jawab ini deh. Lagipula ya goblok itu hak sih.. Saya pikir gak adil kalo orang dilarang bicara atau memproduksi konten karena kontennya goblok," tulisnya.
"Gak perlu main blokir dan sensor. Yang perlu adalah edukasi. Tapi apakah lembaga yang belum teredukasi bisa mengedukasi? Hampir pasti tidak bisa," tambahnya.
Baca: Yamaha R25 Anyar Bakal Usung Sasis Baru dan Mesin VVA
Tidak hanya menyinggung soal Kominfo beserta jajarannya, Cania pun berharap Presiden tahun 2019 yang terpilih merupakan pemimpin yang paham teknologi informasi.
Selain itu, tidak kembali salah dalam memilih menteri seperti yang terjadi saat ini. Berikut ini isi lengkap surat terbuka Cania:
Orang akan bilang: Ah lebay lo! Aplikasi gituan doang aja dibelain banget.. banyak aplikasi lain yang lebih bermutu!
Gak, saya gak lebay.. karena ini bukan soal Tik Tok atau Tumblr atau Reddit atau Vimeo atau segudang aplikasi dan situs yang diblokir.
Ini soal kegagapan teknologi informasi dan komunikasi yang menjangkiti kementerian yang seharusnya terdepan di situ.
Kebijakan serba blokir dan sensor ini gak murah lho! Buat blokir satu juta situs porno aja (dari sekitar 30 juta yang ada di dunia), kita menghabiskan 200 milyar.
Terus, apa hasilnya? It's safe to say: NOTHING. Literally, nothing.
Bahkan segambreng situs yang diblokir itu tetep bisa diakses.
Orang tinggal ganti proxy, masalah beres. Situs tetap bisa diakses. Mau lebih gampang lagi? Pake VPN. Mau lebih gampaaang lagi? Install browser khusus, akses dari situ.
Padahal, banyak masalah krusial yg belum diurus: artikel satire yg dengan gobloknya dijadikan berita beneran oleh media mainstream, hate speech, revenge porn, aplikasi keuangan yg mengambil data pihak ketiga di luar kontrak, penyebaran foto hasil ngintip orang mandi, dst.
Uang rakyat di lumbung anggaran Kemkominfo ludes buat kebijakan blokir dan sensor yang gak menghasilkan apa-apa.. plus menggaji orang yang bahkan gak paham bidang yang dia geluti.
Mending kalo alasan dibalik pemblokiran itu jelas juntrungannya. Lha ini enggak jelasss blas. Di media saya baca begini katanya..
Mudaratnya apa? Gak jelas. Mudarat menurut siapa? Gak jelas. Apakah mudarat itu hilang dengan pemblokiran aplikasi ini? Coba jawab ini deh.
Netizen yang membela pemblokiran ini juga sama aja ngawurnya dengan pak Menteri. Katanya aplikasi itu pantes diblokir karena banyak konten gobloknya.
Hadeuhhhh kalo konten goblok pantes diblokir ya blokir aja tuh TV beserta segala sinetron dan acara gobloknya.
Lagipula ya goblok itu hak sih.. Saya pikir gak adil kalo orang dilarang bicara atau memproduksi konten karena kontennya goblok.
Dengan duit yang ada, Kemkominfo bisa jor-joran produksi konten edukasi. Ngejelasin cara kerja teknologi, cara mengawasi (dan membatasi) aktivitas internet anak, cara menyeleksi sumber informasi di internet, dan seterusnya.
Kasian kan..
Masih ada aja orang yang gak tau kalo ads FB bisa segmented by merk HP, terus pas ditawarin charger, dia kira itu khusus buat merk HP dia, padahal itu diiklanin ke semua orang sesuai merk HP masing-masing.
Gak perlu main blokir dan sensor. Yang perlu adalah edukasi. Tapi apakah lembaga yang belum teredukasi bisa mengedukasi? Hampir pasti tidak bisa.
Makanya untuk sekarang ini memang kementerian itu perlu dibenerin SDMnya. Ganti dengan yang paham teknologi dan dasar logika. Supaya gak terus-terusan bikin kebijakan yang malu-maluin.
Capres yang pantes dipilih tahun depan adalah yang paham betapa pentingnya peran Kemkominfo di era kemajuan teknologi yang masif ini dan gak milih orang buat ngisi pos Menteri di situ secara asal-asalan kayak yang selama ini terjadi.
Sekarang ini berkembang juga narasi "nanti juga kalo udah ngobrol sama pihak Tik Tok bakal gak diblokir lagi".
Jujur aja ini gak menjawab persoalan, karena akarnya ada di paradigma. Blokir/gak itu cuman kesimpulan. Penalaran sampe ke kesimpulan itu mesti diberesin.
Setelah membaca thread ini, mungkin Anda mau membantu dengan cara memanfaatkan medsos untuk edukasi. Kasian tuh pengguna BBM yang tiap hari makananin broadcast hoax tanpa merasa rugi sedikitpun..
Terima kasih sudah menyimak