TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aplikasi ride-sharing “Go-Jek” memperkenalkan fitur penjualan tiket hiburan “ Go-Tix” pada 2016 lalu.
Dalam kurun waktu dua tahun, sudah 2,5 juta tiket terjual dari sana, baik berupa tiket nonton film di bioskop, konser musik, hingga wahana permainan dan hiburan lainnya.
Hal ini tak lepas dari peranan “Loket”, yakni layanan teknologi ticketing yang ditunjuk untuk mengelola Go-Tix. Go-Jek memutuskan mengakuisisi Loket pada 2017 lalu untuk memperkuat fitur penjualan tiketnya.
“Go-Tix tak kemana-mana, tetapi dikelola oleh Loket. Hal ini lebih baik, sebab Loket sudah berpengalaman di industri hiburan. Teknologi yang dimiliki Loket juga membantu Go-Tix berkembang lebih jauh,” kata VP Marketing Loket, Ario Dimas, Kamis (27/9/2018), di Kantor Go-Jek, Jakarta.
Dalam satu tahun terakhir, Go-Tix mencatat pertumbuhan pengguna baru sebanyak 54 persen.
Meski demikian, tak disebutkan secara rinci berapa jumlahnya secara ril. Selain itu, khusus untuk pembelian tiket film bioskop di Go-Tix, pertumbuhannya mencapai 342 persen selama setahun terakhir.
Secara keseluruhan, pertumbuhan bisnis Go-Tix mencapai 52 persen dari tahun sebelumnya.
“Kami berharap kenaikan transaksi di Go-Tix bisa dua kali lipat setiap tahunnya,” kata VP Consumer Solutions Loket, Rama Adrian, pada kesempatan yang sama.
Optimisme ini disokong keyakinan bahwa ceruk pasar untuk Go-Tix masih sangat lebar. Rama Adrian mengatakan saat ini ada 181 juta penduduk Indonesia yang berada pada rentang usia produktif, termasuk milenial.
Baca: Doyan Selfie dan Posting di Sosmed Jadi Faktor Drone Laris Manis di Indonesia
“Orang-orang yang berada pada usia produktif ini paling membutuhkan hiburan. Go-Tix mempermudah mereka mengakses hiburan yang diinginkan,” ia menjelaskan.
Jika sekarang jumlah transaksi di Go-Tix baru 2,5 juta lembar, maka masih banyak kesempatan pertumbuhan untuk memaksimalkan pasar 181 juta penduduk dengan usia produktif.
Karenanya, Go-Tix memperluas cakupannya dengan membuka akses via situs. Go-Tix merupakan layanan pertama di ekosistem Go-Jek yang beroperasi selain di aplikasi mobile.
“Ada tiga pasar yang kami sasar. Pertama orang yang tak menggunakan aplikasi Go-Jek, para pengguna Go-Jek yang sudah pernah mengakses Go-Tix, dan para pengguna Go-Jek yang belum pernah mengakses Go-Tix,” ia menjelaskan.
Menurut Rama Adrian, kebiasaan pengguna dalam membeli tiket hiburan berbeda dengan ketika memesan transportasi online.
Ada beberapa skenario yang lebih pas dilakukan melalui aplikasi mobile, tetapi ada juga yang lebih mantap lewat situs di desktop.
“Berdasarkan riset, orang cenderung beli tiket yang murah seperti tiket nonton bioskop dari aplikasi mobile di smartphone. Tetapi untuk yang lebih mahal seperti tiket konser musik, orang lebih memilih akses di layar besar seperti desktop,” ia menuturkan.