TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kasus pembayaran tinggalkan BHP frekuensi Internux nampaknya akan memasukinya babak baru.
Setelah pekan lalu Kementrian Komunikasi dan Informasi dengan lantang akan mencabut izin frekuensi Internux dan First Media, namun kini pemerintah nampak melunak dengan grup Lippo tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada Senin (19/11/2018) manyatakan bahwa dua perusahaan yang barnaung di Grup Lippo ini telah melayangkan surat kesanggupan Untuk membayar tagihan penggunaan frekuensi. Namun, metode pembayarannya saat itu masih dalam pembahasan.
Baca: Putus dari Luna Maya, Ini Kisah Reino Barack dari Tokyo ke London Temui Syahrini dan Pengakuan Inces
Melihat maju mundurnya penanganan tunggakkan BHP frekuensi bolt ini juga dikritisi pengamat kebijakan publik. Menurut Riant Nugroho, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, seharusnya untuk memutuskan diperpanjang atau penundaan pembayaran melalui cicilan BHP frekuensi Grup Lippo harus ditentukan oleh team panel yang independen.
Team ini harus menggerti betul mengenai kelangsungan bisnis, industri telekomunikasi, frekuensi, akademis. Tujuannya apakah model bisnis yang dibuat oleh Bolt masuk akal dan bisa utk recovery tinggalkan BHP frekuensi atau tidak.
"Jika tidak masuk akal dan kemungkinan Bolt tak bisa menjalankan bisnisnya lagi baik itu BRTI maupun Menkominfo harus segera mencabut izin penggunaan frekuensi bolt," terang Riant, Rabu (21/11/2018).
Menurut seorang sumber di Ditjen SDPPI, sebenarnya Bolt sudah beberapa kali diundang oleh BRTI untuk membahas mengenai tunggakkan dan penangganan pelanggan.
Bahkan surat peringatan telah dilayangkan sebanyak 3 kali ke Bolt.
Namun surat yang dikatakan SDPPI tak dihiraukan oleh management Internux dan First Media. Baru ketika dead line pencabutan itu terlewati, pihak Bolt baru mengajukan proposal penundaan pembayaran dengan sekma dicicil.
Melihat langkah yang tidak tegas yang dilakukan Menkominfo terhadap tunggakkan BHP Frekuensi Grup Lippo ini juga dikritisi oleh Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman.
Menurut Alamsyah melihat sikap yang berubah-ubah ini Ombudsman akan mendalami prosedur pencabutan izin penyelenggaraan frekuensi yang ada.
Tujuannya adalah untuk melihat apakah ada potensi mal administrasi yang dilakukan oleh Menkominfo terhadap tunggakkan BHP frekuensi Bolt.
Lebih lanjut Alamsyah menjelaskan dalam penanganan tunggakkan BHP frekuensi yang menimpa Bolt, Ada potensi maladministrasi dalam tindakan tersebut. Paling tidak ada dua indikasi maladministrasi, yakni unsur perbuatan dan unsur kerugian.
Pertama dari sisi unsur perbuatan, regulator dapat masuk kategori: menggunakan kewenangan untuk tujuan lain yang tak diatur undang-undang, atau berupa pengabaian kewajiban hukum.
Kedua, dari sisi unsur kerugian, operator mengalami perlakuan yang diskriminatif akibat perbedaan cost of money. Mereka yang patuh dan tepat waktu dalam membayar akan dirugikan dibanding yg mengulur-ulur dan tak patuh.
"Jelas ini ada diskriminasi antara operator yang patuh dan yang tidak patuh. Makanya kami dari Ombudsman akan melihat ada potensi mal administrasi yang dilakukan oleh Menkominfo. Ombudsman akan melihat secara rinci aturan pelaksana tentang pencabutan izin dari yang ada di Kominfo,"terang Alamsyah.