TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perang harga membuat operator tidak sehat dan merugi.
Di jangka pendek terlihat seolah olah menguntungkan pengguna, tapi dalam jangka panjang ketika operator tidak mendapatkan benefit, kemampuan mereka memberikan layanan yang optimal khususnya kepada masyarakat di daerah tertinggal juga akan semakin berkurang,
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kritiono membenarkan, tarif jasa telekomunikasi khususnya layanan data di Indonesia merupakan termurah kedua di dunia setelah India.
Harga layanan data di Indonesia cenderung turun terus. Jika di tahun 2010 harga layanan data Rp 1 per kilobyte(kb), kini harganya hanya Rp 0,015 per kb.
Menurut Kristiono saat ini kompetisi di industri telekomunikasi sudah tidak rasional karena kompetisinya hanya murah-murahan.
Baca: Mucikari Windy Ambil Jatah Rp 20 Juta, Gunakan WhatsApp Khusus
Layanan data yang murah saat tidak membawa dampak positif terhadap masyarakat maupun kinerja keuangan operator telekomunikasi.
Murahnya layanan daya hanya menguntungkan perusahan over the top (OTT) di Indonesia.
Baca: XL Klaim Layanan Datanya Telah Pulih
“Buat apa kita membuat harga layanan data murah-murahan, tapi hanya ditumpangi OTT. Harusnya kemajuan industri telekomunikasi dan digital bisa menjadi transformasi menuju kehidupan manusia yang lebih baik. Kalaupun layanan data murah harus menjadi yang berharga,” terang Kristiono, Kamis (17/1).
Agar industri telekomunikasi kembali sehat, Kristiono mengharapkan agar pemerintah segera membuat aturan mengenai digital platform.
Baca: Ruhut Sitompul Nilai SBY Setengah Hati Dukung Prabowo Subianto, Tak Hadir Saat Debat Perdana
Saat ini OTT sudah menggerogoti industri nasional dan merugikan negara, negara tidak bisa memungut pajak dari OTT.
"Sementara itu e-commerce banyak menjual barang dari luar negeri. Masyarakat Indonesia hanya menjadi pasar saja. Jadi saat ini sudah saatnya pemerintah berpihak kepada industri nasional dengan mengeluarkan aturan mengenai digital platform,” tegas Kristiono.