TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sempat viral cerita Ririn Ike Wulandari (37), seorang ibu di Kediri, Jawa Timur, mendapat tagihan pembayaran game online hingga lebih dari Rp 11 juta.
Tagihan itu ternyata dari permainan online yang kerap dimainkan anaknya yang masih berusia 12 tahun, dan duduk di bangku kelas 6 SD yakni Minecraft, Free Fire, dan Mobile Legend.
Nasib yang sama juga dirasakan seorang Dian Agustina.
Mantan pekerja media ini malah harus merogoh kocek sampai Rp 20 juta untuk membayar tagihan game online anaknya yang masih sekolah dasar dan berumur 11 tahun saat itu.
Cerita lengkapnya dituangkan di akun facebooknya 10 April 2019 lalu.
Lalai
Peristiwa ini sebenarnya terjadi tahun lalu. Tapi memang saya tidak ingin membagikan kisahnya karena saya malu dan merasa berdosa dengan anak saya.
Ya. Saya lalai menjaga mereka. Kini, kejadian ini saya bagikan kepada Bro & Sis semua untuk pengingat kita bahwa tugas kita sebagai orang tua adalah menjaga anak-anak sebaik-baiknya. Ingat, sebaik-baiknya.
Saya adalah pelanggan layanan pascabayar Matrix (Indosat). Nomor cantik 10 angka sudah saya punyai sejak 2005.
Jumlah tagihan saya per bulan rata-rata flat di angka Rp25-40 ribu.
Kenapa kecil? Karena memang paket yang saya beli adalah free abonemen. Selain itu, saya punya beberapa nomor lain dari provider berbeda sebagai secondary option.
Pada Februari 2018 tagihan saya melonjak drastis menjadi Rp11.594.706.
Saya belum sadar dan tidak melakukan pengecekan melalui customer service.
Baca: 77 Pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Miliki Hak Suara Pemilu 2019
Tagihan bulan berikutnya datang dengan jumlah yang tak kalah fantastis, yakni Rp8.501.934. Dalam kurun dua bulan berturut-turut total tagihan saya adalah Rp20.096.640. Wow!! Fantastis!!
Saya shock. Kaget. Ketika cek-cek email, tak biasanya saya klik email Indosat Billing.
Saya sampai screen capture tagihan itu dan saya kirim ke suami untuk memastikan apakah mata saya sehat atau lagi error.
“Ini 20 ribu, 200 ribu, 2 juta, atau 20 juta.” Tanya saya.
“Kamu ngapain aja tagihan sampai 20 juta. Gila ini.” Jawab suami.
Saya lunglai. Saya cek satu per satu bukti transaksi. Jantung saya berdebar kencang.
Saya dapati angka-angka yang bikin mumet kepala. Pembelanjaan di codapay.
Berentet. Jarak waktu pembelanjaan tiap item hanya 5-15 menit. Setiap satu item yang dibeli seharga Rp454.545.
Wow!! Bayangkan, satu item barang yang dibeli itu seharga satu gram emas.
Saya kemudian menghubungi call center Indosat dan meminta penjelasan atas transaksi-transaksi yang dimaksud.
Disebutkan bahwa item-item itu dibeli secara online untuk bermain game online. Jebrett!
Saya menangis. Menangisi kebodohan saya yang lalai menjaga anak-anak saya dari serbuan games online yang kini juga menggerogoti anak-anak Indonesia.
Saya tidak sadar, sampai “dipukul” Allah dengan kejadian ini, bahwa tindakan kita (orang tua) memberikan “hiburan” dengan gadget itu adalah bencana. Bencana besar.
Singkat cerita, surat-surat tagihan dari Indosat kami “abaikan” untuk sementara hingga pada awal September 2018 kami mendapat “Surat Cinta” dari debt collector.
Isi suratnya adalah mengingatkan kami agar secepatnya melunasi tagihan atau akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
Ya sudah. Akhirnya saya datang ke gerai Indosat di Mal Mangga Dua.
Saya protes kepada petugas yang melayani saya, kenapa tidak ada pemberitahuan atau semacam alert dari mereka bahwa pemakaian saya di luar batas kewajaran.
“Ini dianggap sebagai pemakaian wajar, Bu. Ini normal.”
Jawaban standar CS yang bikin saya mau ngamuk. Jawaban yang tidak memiliki empati menurut saya.
“Jadi 20 juta itu wajar ya. Berapa banyak orang yang mengalami kejadian seperti saya?”
“Ada juga sih bu. Tapi memang jumlah ibu yang paling banyak.”
Campur aduk rasanya. Menyesal karena saya terlalu “loose” kepada anak-anak. Di sisi lain ini adalah tanggungjawab saya untuk melunasi tagihan karena persoalan sudah masuk ke ranah hukum.
To make the story short, saya melunasi “tagihan wajar” sebesar Rp20.096.640 itu pada 11 September 2018, selang tiga-empat hari sebelum pasukan debt collector datang ke kantor. Sakit banget rasanya kudu membayar 20 juta untuk sesuatu yang invisible.
Baca: Seorang Ibu di Kediri Kaget Dapat Tagihan Game Online Rp 11 Juta yang Dilakukan Anaknya
Memang , kita tidak bisa menyalahkan operator, penyedia games, atau anak-anak sebagai pelakunya. Yang salah adalah kita. Kita harus introspeksi diri, sudahkah kita menjaga anak-anak kita dengan baik? Filter terbaik dari segala keburukan adalah dari rumah (keluarga).
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk bro & sis semua yang memiliki anak-anak usia sekolah, yang saat ini addict dengan gadget dan games online. Kontrol ada di tangan kita dan bukan di tangan penyedia games online.
Anak adalah ibarat kertas kosong putih. Tugas kita sebagai orang tua mewarnainya menjadi merah, kuning, biru, hijau.
Akun facebook Dian pun dibanjiri tanggapan :
Yopie Gani Harmoko
Yopie Gani Harmoko Walah, makane toh dilimit kan ada fiturnya limit tagihan itu
Didi Mardiono
Didi Mardiono ealah tak kiro bener adanya dirimu ternyata yg lg pagi di radio dibahas
Debby Qurniasasi Ini kejadian sama Mb Dian Agustina sendiri atau orang lain Mb ? Kmrn sempet baca juga di Fb temen jebol sampe 11 jt-an mirip2 kaya gitu
Dee Andri Astuti Dee Andri Astuti Nice info dek Dian Agustina..buat warning orang tua, semoga diparingi rejeki lebih lagi ya