TRIBUNNEWS.COM - Jepang, tahun depan akan menerima ‘tamu’ ribuan atlet dari seluruh dunia karena menjadi tuan rumah dari perhelatan olah raga skala internasional yakni Olimpiade Tokyo 2020.
Di balik segala rupa persiapan yang dilakukan, ada yang menarik perhatian dunia, yakni Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 ini berkomitmen akan menggunakan materi daur ulang dari smartphone bekas dan sampah elektronik lain untuk bahan pembuatan medali.
Jumlahnya? Luar biasa, setidaknya, perhelatan ini membutuhkan 5.000 medali emas, perak, dan perunggu.
Apa yang dilakukan oleh Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 ini memang membuat terhenyak banyak pihak.
Pasalnya, yang didaur ulang tersebut berasal dari sampah elektronik (e-waste) yang merupakan satu di antara jenis Bahan Berbahaya dan Beracun atau sampah.
Tapi di sisi lain, inisiatif ini juga bisa menginspirasi karena ketika sampah, mulai dari smartphone bekas, sampah elektronik lainnya, termasuk kamera digital, handheld game, dan laptop itu dikelola dengan baik masih dapat dimanfaatkan.
Salah satu contohnya adalah medali Olimpiade ini.
Diperkirakan, jumlah sampah elektronik (e-waste) setiap tahun nya terus bertambah.
Berdasarkan data dari PBB, masyarakat dunia itu menghasilkan 44,7 juta ton sampah elektronik pada 2016, angka yang terus menanjak antara 3% hingga 4% setiap tahun.
Sampai 2021 nanti, jumlah sampah elektronik diperkiraan mencapai 52 juta ton.
Nah, kalau ada inisiatif seperti yang dilakukan panitia Olimpiade Tokyo 2020, tentu akan sangat membantu dalam mengelola sampah elektronik yang sebenarnya termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun atau limbah B3.
Di Indonesia sendiri, pengetahuan terhadap e-waste ini masih sangat minim.
Sekarang mari lihat di rumah masing-masing, ada berapa banyak smartphone yang sudah tidak terpakai namun masih disimpan, dua, tiga atau lebih dari itu? ‘Teronggok’ begitu saja di sudut rumah.
Padahal, smartphone termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun atau limbah B3. Beberapa bahan berbahaya yang terdapat pada smartphone bekas adalah Arsenic, PCBs dan Kadmium.
Arsenic misalnya, risiko yang bisa ditimbulkannya bukan semata gangguan metabolisme di dalam tubuh manusia ataupun hewan, ini juga dapat mengakibatkan keracunan bahkan kematian.
Lalu ada PCBs yang akan membuat persisten di lingkungan, dan mudah terakumulasi dalam jaringan lemak manusia dan hewan. Akibatnya, mengganggu sistem pencernaan dan bersifat karsinogenik.
Sementara itu, Kadmium, yang biasa digunakan untuk pelapisan logam, terutama baja, besi dan tembaga, bersifat iritatif. Dalam jangka waktu lama akan menimbulkan efek keracunan, dan gangguan pada sistem organ dalam tubuh manusia dan hewan.
Berdasarkan data Canalys, jumlah smartphone yang dikapalkan ke Indonesia selama tahun 2018 mencapai 38 juta. Sedangkan data dari Gartner menyebutkan bahwa secara global total volume penjualan smartphone mencapai 384 juta, mewakili 84 persen dari total penjualan perangkat ponsel.
Untuk penjualan semua ponsel, termasuk feature phone, Gartner mencatat angka 455 juta pada kuartal pertama 2018. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari total populasi Indonesia.
Kondisi tersebut membuat sampah smartphone terus meningkat. Tapi, tak bisa sepenuhnya disalahkan kepada konsumen.
Menurut Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, produsen dalam hal ini juga ikut bertanggung jawab atas hal ini.
“Jadi bukan saja terhadap emisi, effluent dan sampah yang dihasilkan selama proses produksi, tetapi juga memasukkan manajemen produk terhadap produk yang telah dibuang oleh konsumennya,” ujarnya.
Rosa menambahkan, selain produsen, distributor sampai industri rekondisi juga bertanggung jawab untuk mengelola sampah dan sampah yang dihasilkan, sesuai dengan Permen LH No.18/2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Sampah.
Senada disampaikan oleh Gufron Mahmud, Direktur Utama PT Arah Environmental Indonesia yang juga pemerhati lingkungan.
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani sampah B3 seperti smartphone bekas secara baik dan benar.
Dimulai dari memisahkan smartphone bekas dengan sampah rumah tangga lainnya, hingga mengumpulkannya ke dalam satu tempat khusus sebagai penampungan sementara. Misalnya di setiap RW ada tempat khusus.
Setelah itu, smartphone bekas dapat dikirim ke tempat pengolahan sampah yang sudah memenuhi standar dan berizin.
“Kami sangat mendukung kebijakan pemerintah dengan mengambil peran dalam memberikan edukasi kepada para pihak yang menghasilkan sampah termasuk smartphone bekas. Dan untuk pengelolaan sampah seperti smartphone bekas yang ada di perumahan, apartemen, perkantoran atau perusahaan, kami memberikan solusi pengelolaan melalui layanan ECOFREN,” ungkap Gufron.
Sebagai perusahaan yang bertugas mengelola sampah dan sampah, Arah Environmental Indonesia (PT. ARAH) sendiri sudah memiliki izin seperti yang disyaratkan oleh pemerintah untuk perusahaan yang menyediakan solusi terpadu pengelolaan sampah dan sampah sesuai standar pengendalian lingkungan hidup.