TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah kini tengah membatasi penggunaan media sosial guna mengurangi beredarnya berita-berita hoax yang dapat memperkeruh suasana pasca pengumuman hasil pemilu 2019.
Seperti yang dilansir oleh Kompas.com, keputusan pembatasan tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
"Akan kami adakan pembatasan akses di media sosial. Fitur tertentu tidak diaktifkan untuk menjaga agar hal-hal negatif tidak terus disebarkan ke masyarakat," ujar Wiranto.
Menkominfo Rudiantara menambahkan, sesuai hasil analisa, pihaknya melihat modus penyebaran berita hoaks di media sosial pascakerusuhan.
Awalnya, pelaku mengunggah video atau foto ke Facebook dan Instagram.
Kemudian, pelaku melakukan screenshot unggahan.
Konten yang kemudian viral adalah screenshot tersebut.
Jadi, pemerintah melakukan pembatasan sementara penyebaran video dan foto di WhatsApp.
"Teman-teman akan alami pelambatan kalau download atau upload video karena viralnya yang negatif ada di sana. Sekali lagi ini sementara," kata Rudiantara.
Ia menyarankan agar masyarakat mengakses informasi di media tepercaya.
Keputusan tersebut tentu saja berimbas pada masyarakat yang selama ini berkomunikasi lewat WhatsApp, Facebook, maupun Instagram.
VPN atau Virtual Private Network disebut-sebut sebagai solusi terbaik agar pengguna bisa tetap menggunakan media sosial seperti biasanya.
VPN bisa diartikan sebagai koneksi antar jaringan yang bersifat pribadi.
Ada banyak aplikasi VPN gratis maupun berbayar yang ada di Google Play Store.
Salah satu aplikasi VPN gratis yang cukup populer yaitu Turbo VPN, 1.1.1.1, SuperVPN, Thunder VPN, Melon VPN dan lain-lain.
Pengguna hanya perlu menginsatal satu di antara aplikasi tersebut, memilih negara dan menyambungkannya ke jaringan.
Meski begitu, keamanan penggunaan VPN seringkali diragukan keamanannya.
Pengguna VPN harus berhati-hati, apalagi jika yang digunakan adalah VPN gratisan.
Sebab, aplikasi VPN gratisan memungkinkan pihak ketiga untuk menyelinap dan mecuri data pribadi penggunanya.
VPN gratis bisa mencatat dan melacak semua kegiatan penggunanya selamanya berselancar di internet, termasuk mengetahui alamat IP.
Dikutip TribunSolo.com dari sejumlah sumber, di berbagai negara bahkan ada dugaan penyedia VPN gratis ini menjual data ke pihak ilegal.
Adapun pihak ilegal yang dimaksud adalah seperti korporasi pengirim spam email atau hacker.
Kemudian risiko kedua saat menggunakan VPN gratisan ialah kemungkinan pihak penyedia layanan malah menggunakan IP Address sebagai Network Endpoint.
Apa itu Network Endpoint?
Network Endpoint berguna untuk meningkatkan bandwith layanan VPN untuk meningkatkan kecepatan internet pemakai internet lainnya.
Bahkan, beberapa sumber menyebut ada kemungkinan Network Endpoint dijual.
Risiko lain penggunaan VPN gratisan adalah serangan Man in the Middle, yakni serangan terhadap sistem komputer yang saling berhubungan satu sama lain.
Ada potensi si penyerang berada di tengah jalur komunikasi dan menggunakannya untuk membaca, membajak, mencuri data, atau paling buruk adalah menyisipkan malware.
Bahaya lain yang bisa muncul dalam penggunaan VPN gratisan adalah potensi bocornya data dan IP ke publik.
Sebab, secara sistematis, VPN bekerja seperti terowongan yang mana koneksi pengguna melewati jalur khusus untuk dalam mengakses internet.
Mengakses internet menggunakan VPN gratisan kadang kala juga membuat koneksi menjadi lebih lambat.
Yang namanya terowongan, maka bukan tidak mungkin juga jika jalur tersebut memiliki banyak kebocoran.
Apabila alamat IP bocor ke publik, maka pengguna internet bersangkutan akan menghadapi ancaman serius yaitu malware dan hacker.
Selama ini, banyak penyedia layanan VPN gratis yang mengandalkan pendapatan dari iklan-iklan yang dipasang di website mereka, sehingga bahaya Adware bisa saja mengancam.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/TribunSolo.com, Hanang Yuwono, Kompas.com)