TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Pameran dirgantara Paris Air Show yang berlangsung di Le Bourget, 17-23 Juni tak hanya memamerkan berbagai jenis pesawat komersil.
Perhelatan dirgantara terbesar dunia ini juga jadi ajang promosi produk alutsista internasional, terutama pesawat-pesawat tempur.
Boeing dan Lockheed Martin, misalnya. Kedua perusahaan AS tersebut memajang pesawat F-15 E dan jet tempur siluman F-35. Tak hanya itu, mereka juga memamerkan pesawat Poseidon, pemburu kapal selam dan KC-46A Pegasus, pesawat multi role yang bisa bertugas sebagai "SPBU" di udara.
Baca: Setelah Faldo Maldini, Giliran Mardani Ali Sera yang Prediksi Hasil Putusan MK 28 Juni Nanti
Baca: Pamer Mesin Perang di Paris Air Show: Jet Tempur Siluman hingga Perisai Rudal Pelindung Eropa
Baca: Paris Air Show: Persaingan Sengit Airbus dan Boeing Menjual Pesawat Komersil
Baca: Maskapai Air Asia Beli 200 Mesin Pesawat LEAP-1A Seharga Ratusan Triliun Rupiah
KC-46A Pegasus bisa dibilang "pesawat baru" dalam armada pesawat tanker yang di jajaran Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF). Pesawat ini diproyeksikan secara bertahap untuk menggantikan KC-10 Extender dan KC-135 Stratotanker.
"Pesawat ini tergolong baru. Mampu mendukung berbagai operasi udara, terutama menyuplai bahan bakar bagi F-35 jika beroperasi dalam radius tempur yang jauh," ujar seorang tentara AS saat berbincang dengan Tribunnews di ajang Paris Air Show, pekan lalu.
Tak berapa jauh dari KC-46A Pegasus, dipamerkan pula helikopter serbaguna Chinook. Sebagai informasi, Chinook adalah heli angkut dengan mesin dan rotor ganda depan belakang dengan kemampuan angkut luar biasa sehingga bisa dipakai untuk misi kemanusiaan dan militer.
Pesawat ini bisa mengangkut berbagai kargo mulai dari bantuan kemanusiaan, senjata artileri berat, sampai jeep Humvee. Bahkan Chinook bisa juga difungsikan sebagai pesawat pemadam kebakaran hutan.
Ketika tsunami menerjang Aceh 2004 silam, helikopter ini bisa dibilang menjadi tulang punggung untuk mendistribusikan bantuan ke tempat-tempat yang masih sulit dijangkau. Chinook yang beroperasi saat itu berasal dari AU Singapura dan AU Amerika Serikat.
Pesawat Siluman Turki
Bergeser ke stan Turki, saya berkesempatan melihat prototype pesawat TF-X buatan negeri Presiden Erdogan ini. Pesawat jet tempur buatan "pribumi" ini digadang jadi alternatif pengganti F-35 Lockheed Martin AS setelah hubungan kedua negara sedikit merenggang karena keputusan Ankara membeli S-400, sistem perisai rudal buatan Rusia.
Sebagai informasi, perancang TF-X generasi kelima adalah Turkish Aerospace Industries (TAI), biro desain pesawat utama Turki.
Jet tempur buatan Turki ini mirip F-35, tetapi badan pesawat lebih sempit dan sayap yang lebih lebar.
Berdasarkan keterangan yang ditayangkan di stan Turki, TF-X dilaporkan memiliki kecepatan tertinggi Mach 2 dengan kisaran tempuh 600 mil, dan akan mampu mengangkat beban 60.000 pound saat lepas landas.
Pesawat ini ditargetkan pada tahun 2023 sudah bisa melaksanakan penerbangan perdana (maiden flight) untuk melanjutkan proses mendapatkan sertifikasi.
Buatan Eropa
Sementara tuan rumah juga tak mau ketinggalan. Pabrikan Eropa juga menampilkan mesin-mesin perang terbaik mereka. Jika Dassault mengusung jet tempur Rafale, Airbus menampilkan Eurofighter Typhoon, pesawat patungan konsorsium Eropa.
Sebagai informasi, EF Typhoon mampu melesat dengan kecepatan 2.495 kilometer per jam dan menempuh jarak sejauh 2.900 kilometer.
Pesawat ini digunakan oleh AU Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Austria, dan Arab Saudi. EF Typhoon juga sudah mendapat label "combat proven". Misi pertama pesawat ini dilakukan di Libya pada Maret 2011 dalam operasi Odyssey Dawn dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Selain Typhoon, pesawat "Eropa" lainnya adalah Rafale. Pesawat tempur yang jadi andalan AU Perancis ini menjadi primadona dalam Paris Air Show. Beberapa kali Rafale tampil dalam demo static yang membuat decak kagum para penonton lewat kemampuan manuvernya.
Rafale sendiri dibuat dalam tiga varian, yakni Rafale C (berkursi tunggal, dioperasikan dari pangkalan darat), Rafale B (berkursi tandem, dioperasikan dari pangkalan darat), dan Rafale M (berkursi tunggal, dioperasikan dari kapal induk).
Perisai udara
Tak hanya pesawat tempur, MBDA, perusahaan pertahanan asal Eropa juga menampilkan Aster, sistem perisai udara. Kompetitor "Patriot" buatan Amerika dan S-300 buatan Rusia.
Sistem rudal ini diklaim mampu menetralisir serangan rudal balistik, rudal jelajah, jet tempur dan drone. Pada papan informasi yang Tribunnews lihat, MBDA menyebut bahwa rudal berbobot 450 kg ini mampu menjangkau sasaran 100 km. Dengan ketinggian maksimal sasaran 20 km dan yang paling rendah 50 meter.
Selain sejumlah alutsista di atas, berikut beberapa produk lain yang terpajang di Paris Air Show 2019.
Pesawat tempur Generasi ke-6 Eropa
Penampakan prototype pesawat 'siluman' generasi keenam yang dirancang tiga negara Eropa sekaligus yakni Jerman, Prancis, dan Spanyol dalam ajang Paris Air Show 2019 di Le Bourget, Paris, Prancis, Selasa (18/6/2019). Jet tempur siluman memiliki keunggulan untuk pertempuran jarak jauh. Pesawat ini mampu mendeteksi pesawat lawan terlebih dahulu sebelum tertandai oleh radar musuh.
Pesawat JF Thunder buatan China-Pakistan
Pesawat tempur JF-17 Thunder yang jadi tulang punggung AU Pakistan dipamerkan dalam ajang Paris Air Show 2019 di Le Bourget, Paris, Prancis, Selasa (18/6/2019). Pesawat ini dibuat bersama oleh Pakistan dengan Chengdu Aircraft Corporation (CAC) dari China. Lebih dari 100 unit JF-17 dioperasikan oleh Angkatan Udara Pakistan (PAF) saat ini. Pesawat ini juga digunakan oleh Angkatan Udara Myanmar dan dipesan oleh Nigeria.
Apache
Penampakan heli serbu Apache buatan Amerika Serikat dalam ajang Paris Air Show 2019 di Le Bourget, Paris, Prancis, Selasa (18/6/2019). Apache digadang sebagai heli tempur terbaik hingga saat ini. Helikopter ini juga dimiliki oleh Indonesia dan dioperasikan TNI AD.
Pesawat komersil
Di jajaran pesawat komersil, pesawat Airbus A321XLR tampaknya menjadi primadona dalam pameran ini.
Sebagai informasi, model A321XLR ini merupakan versi pesawat jarak-jauh dari jenis A321neo.
Pesawat ini dibuat untuk mencetak rute terpanjang baru untuk maskapai dengan pesawat berbadan lebih kecil.
Peluncuran pesawat ini juga membuat Airbus selangkah di depan saingan Amerika-nya, Boeing.
Apalagi produsen Amerika ini tengah dirundung berbagai masalah, setelah Boeing 737 Max 8 menjadi sorotan dunia lantaran mengalami dua kecelakaan fatal yang terjadi dalam rentang waktu yang tidak jauh.
Kedua kecelakaan tersebut menimpa maskapai Pesawat Lion Air JT610 yang terjadi pada 29 Oktober 2018 menewaskan 189 orang penumpang dan kru, serta kecelakaan Ethiopian Airlines ET302 pada 10 Maret 2019 dan menewaskan 157 orang.
Insiden ini membuat pesawat jenis 737 Max sempat dilarang beroperasi di banyak negara dan mau tak mau berdampak pada sektor penjualan. Hal inilah yang disebut sejumlah kalangan sebagai momentum Airbus untuk "meninggalkan" Boeing.
Paris Air Show sendiri secara tradisional bisa disebut sebagai ajang persaingan antara Airbus dan Boeing sebagai dua "raksasa" di pasar pesawat komersil.
Mereka memperebutkan "kue" bisnis senilai 150 miliar dolar AS per tahun, nilai yang menggiurkan, terutama bagi mereka, para pesaing Airbus dan Boeing yang belum mampu menggeser dominasi kedua perusahaan tersebut.