News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: PP Postelsiar Bikin Kominfo Bisa Perintahkan Operator Kelola Trafik OTT

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi layanan over the top (OTT)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dr. Imam Ghazali, SH., MH, pengajar Program Studi Magister Hukum Universitas Nasional berpendapat, lahirnya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2021 tentang Postelsiar patut disambut gembira.

Ini karena PP ini dinilainya bisa memberikan pelindungan hukum baik itu untuk masyarakat, pelaku usaha di sektor pos, telekomunikasi, penyiaran maupun untuk penyelenggara layanan over the top (OTT) baik itu asing maupun lokal.

"PP Postelsiar sejatinya menyempurnakan teknis yang tak diatur di dalam UU. PP Postelsiar juga memberikan pelindungan hukum karena dalam aturan tersebut mengaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya," ujarnya dalam pernyataan pers, Kamis (4/3/2021).

Baca juga: Pemain Lokal Dukung Aturan Kerja Sama OTT Asing dengan Operator Telko di RPP Postelsiar

"Misalnya dengan UU ITE, UU Telekomunikasi, UU Penyiaran. Pemerintah sudah sangat bagus membuat PP Postelsiar ini. Sekarang tantangannya adalah membuat aturan pelaksananya," ujar Imam Ghazali.

Baca juga: Anggota DPR: PP Postelsiar Berdampak Positif untuk Investasi

Dia menjelaskan, kewenangan membuat aturan teknis PP Postelsiar berada di Kemenkominfo, termasuk untuk mengatur mekanisme kerja sama antara penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi.

Imam mengatakan, dengan mencantumkan pasal aturan kerja sama antara OTT dengan operator telekomunikasi berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Karena itu, maka Kominfo memiliki dasar yang kuat untuk mewajibkan OTT bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi.

Imam menambahkan, pasal 15 ayat 1 PP Postelsiar sudah cukup kuat menjerat secara administratif bagi OTT asing untuk melakukan kerja sama dengan operator telekomunikasi.

Dalam memberikan layanan ke masyarakat, penyelenggara OTT pasti bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi.

Hal ini yang menurutnya perlu diperhatikan, apakah selama ini kerja sama tersebut telah terbentuk secara formal, telah memenuhi prinsip keadilan, kewajaran, serta prinsip non-diskriminatif.

Regulator Harus Saring Konten Negatif

Menurutnya, tujuan dari pengaturan ini juga sangat baik yaitu untuk menjaga kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Artinya, masyarakat juga tidak perlu khawatir karena pengaturan ini tidak akan merugikan mereka.

Baca juga: Tantang Clubhouse, Twitter Kembangkan Fitur Audio Chat Room Spaces untuk Pengguna Android

Kewenangan penyelenggara telekomunikasi dalam pengaturan trafik yang diatur dalam PP Postelsiar ini juga sudah jelas. Pada dasarnya, penyelenggara telekomunikasi memang tugasnya mengatur trafik telekomunikasi.

Baca juga: Ini Ragam Kelebihan Aplikasi BiP Dibandingkan Whatsapp, Bisa Video Call Hingga 10 Orang

Jika tugas itu tidak dilaksanakan, maka kualitas layanan telekomunikasi tentu menjadi menurun.

Pasal 15 ayat 6 lebih memperkuat lagi dengan mengatur bahwa kepentingan nasional sebagai salah satu dasar dilakukannya pengaturan trafik tersebut.

Baca juga: Algoritma Fitur Stories Diragukan, Instagram Ngasih Penjelasan Begini

Frasa “kepentingan nasional” ini adalah jalan bagi pemerintah untuk menugaskan penyelenggara telekomunikasi melakukan pengaturan trafik terhadap penyelenggara OTT jika terdapat ancaman terhadap kepentingan nasional.

Imam akui saat ini masih banyak platform video streaming asing yang masih mendistribusikan konten negatif. Konten tersebut mengandung unsur pornografi, LGBT dan kekerasan yang dilarang dalam UU ITE maupun UU Pornografi.

Penyebaran konten negatif sudah jelas bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Diharapkan dengan adanya aturan kewajiban kerja sama ini, Kominfo dapat memaksa OTT bekerja sama dengan operator telekomunikasi, sehingga dapat menekan jumlah konten ilegal tersebut.

Imam menilai, dalam membuat UU yang terkait dengan ruang digital, Pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik.

Dengan UU ITE dan UU Pornografi serta alat Mesin Pengais Konten Negatif (AIS) yang dimiliki Kominfo, seharusnya konten negatif yang ada di platform digital dapat dengan mudah diberangus.

"Sebagus apapun politik pembuatan hukum, tanpa ditunjang politik penegakan hukum yang bagus, Imam pastikan konten negatif masih bisa beredar di platform digital," ujarnya.

"Tugas menekan peredaran konten negatif di ruang digital diemban oleh Kominfo selaku regulator," kata dia.

Seharusnya dengan UU ITE dan UU Pornografi, konten negatif bisa ditekan. Namun kenyataannya belum sesuai dengan yang diharapkan.

"Diperlukan ketegasan regulator dalam penegakan hukum tersebut. Kalau regulator piawai, seharusnya konten negatif sudah tak ada lagi. Apalagi jika politik penegakkan hukumnya berlandaskan Pancasila dan kepentingan nasional," ujar Imam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini