Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi kekerasan antara massa pro demokrasi dan Junta Militer Myanmar tak kunjung selesai sejak aksi kudeta meletus pada awal Februari 2021 lalu.
Aksi kekerasan oleh Junta Militer Myanmar sebelumnya pernah disiarkan melalui saluran di media sosial Facebook dan YouTube.
Akibatnya, YouTube telah menghapus lima saluran jaringan televisi Myanmar yang dikelola militer setelah protes kudeta militer Myanmar semakin memakan korban sipil.
Sebelumnya, akun Facebook milik Junta Myanmar juga telah dihapus karena kerap memuat unsur kekerasan sipil dalam konten yang disiarkan.
"Kami telah menghentikan sejumlah saluran dan menghapus beberapa video dari YouTube sesuai dengan pedoman komunitas kami dan hukum yang berlaku," kata seorang juru bicara YouTube yang memutuskan untuk menghapus video milik Junta Militer Myanmar, dikutip dari Reuters, Jumat (5/3/2021).
Baca juga: YouTube Hapus Lima Saluran TV Myanmar yang Dikelola Junta Militer
Saluran milik Junta Militer Myanmar yang dihapus adalah MRTV (Myanmar Radio and Television), Myawaddy Media milik militer, MWD Variety dan MWD Myanmar.
Baca juga: Facebook Larang Militer Myanmar Pakai Platformnya
Dihapusnya salurna media militer Myanmar dilakukan setelah 38 warga sipil tewas dalam aksi protes yang dilakukan massa pro liga demokrasi (NLD). Aksi yang dilakukan ribuan massa itu menentang kudeta oleh Junta Militer Myanmar dilakukan Rabu (3/3/2021).
Atas kejadian berdarah itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun ikut bersuara. Menurut PBB, kekerasan itu pecah ketika pasukan keamanan mencoba untuk menghancurkan demonstrasi dengan menggunakan peluru tajam di beberapa daerah.
Aksi kekerasan itu turut menewaskan seorang aktivis perempuan Myanmar yang berkaus dengan tulisan "Everything Will be Okay". Diketahui perempuan itu bernama Angel atau dikenal Kyal Sin.
Sebelumnya, Facebook juga melarang semua halaman yang terkait dengan tentara Myanmar. Sementara junta militer juga melarang Facebook pada Februari sebagai aksi balasan yang dinilai mencampuri urusan politik Myanmar.
Reuters melaporkan tentara dan polisi Myanmar juga menggunakan saluran TikTok untuk mengancam membunuh pengunjuk rasa. Ratusna konten memuat unsur kekerasan dan darah sengaja dimuat Junta Militer untuk menghentikan aksi massa yang terus bertambah.
Google sebagai perusahaan induk YouTube mengatakan sejak bulan Desember pihaknya telah menghentikan 34 saluran YouTube setelah penyelidikan terhadap operasi penyebaran pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan militer Myanmar.