Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah praktisi media sosial dan aktivis telah menyampaikan pendapatnya kepada Tim kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Selasa (9/3/2021) kemarin.
Di antaranya, pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi. Dalam FGD yang digelar secara virtual, Ismail Fahmi dan kalangan aktivis dan praktisi media sosial lainnya menjelaskan pentingnya revisi UU ITE yang dianggap banyak menimbulkan polemik di masyarakat.
Ismail Fahmi mengungkapkan berdasar hasil analisa di media sosial, publik merespon cukup baik atas rencana pemerintah merevisi UU ITE.
Namun demikian, kata dia, masih ada keraguan apakah revisi akan dilakukan.
Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam Focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Tim kajian UU ITE bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD pada Selasa (9/3/2021).
Baca juga: 79 Akun Media Sosial Kena Tegur Polisi Virtual, Alasannya Berpotensi Langgar UU ITE
“Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk serius menindaklanjuti pernyataan presiden, tidak hanya dengan membuat petunjuk implementasi, tetapi dengan revisi seperti masukan banyak pihak,” kata Ismail Fahmi dalam keterangan Tim Humas Kemenko Polhukam pada Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Mayoritas Postingan Akun Medsos yang Kena Tegur Polisi Virtual Lantaran Sentimen Pribadi
Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto berpendapat revisi UU ITE untuk melindungi Hak Digital warga masyarakat.
Damar menilai, pasal-pasal UU ITE yang ada saat ini belum memberikan rasa keadilan di hilir pada diri masyarakat.
Berdasarkan riset CSIS, kata dia, UU ITE dalam perjalanannya menimbulkan konseskuensi yang tidak diinginkan yaitu dampak sosial dengan meluasnya efek jera dan dipakai untuk balas dendam, barter kasus, shock terapy, membungkam kritik dan persekusi.
"Sementara dalam politik, para politisi dan keuasaan menggunakan UU ITE untuk menjatuhkan lawan-lawannya,“ kata Damar.
Pegiat media sosial Deddy Corbuzier menyampaikan keprihatinan atas sejumlah orang yang terjerat UU ITE.
Ia juga sempat menceritakan pengalamanya yang pernah hampir tiga kali terjerat UU ITE dalam kesempatan itu.
“UU ITE memiliki tujuan yang baik. Tapi dalam pelaksanaannya sedikit lucu. Pasalnya agak absurd. Saya tiga kali kena pemeriksaan UU ITE. Namun untungnya masih lolos,” kata Deddy.
Hal senada juga diungkapkan Ferdinand Hutahean yang juga menjadi narasumber dalam kesempatan tersebut.
Menurutnya, lahirnya UU ITE memiliki tujuan yang baik, namun dalam perjalananya UU ini menjadi polemik di tengah masyarakat.
“Di dalam perjalanannya pasal 27 selalu menjadi perdebatan besar di tengah publik. Ini yang paling sering dipergunakan oleh masyarakat kita sebagai alat. Kalau selama ini dibilang karet boleh kita terima pendapat itu,” kata Ferdinand.
Setelah menampung masukan dari kalangan aktifis dan paraktisi media sosial, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menjelaskan, semua saran dan masukan narasumber akan dikumpulan.
Saran dan masukan tersebut akan menjadi bagian laporan dari Tim untuk selanjutnya diserahkan kepada Mahfud.
“Masukan dalam diskusi pada siang dan sore hari ini sangat bermanfaat bagi sub tim satu maupun sub tim dua di dalam menyusun kajian yang menjadi bagian laporan paripuna dari tim,” kata Sugeng.
FGD tersebut terbagi menjadi dua sesi. Di sesi pertama hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto, Koordinator Pusat BEM SI Remy Hastian, Pegiat sosial media Deddy Corbuzier, Tokoh Muda NU Savic Ali, Presidium Masyarakat Anti Fitnah Inodnesia (Mafindo) Anita Wahid, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani, dan Peneliti Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Andreas N Marbun.
Sesi kedua FGD dihadiri Founder Drone Emprit Ismail Fahmi, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, pegiat sosial media Ferdinand Hutahean dan peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Jane Aileen, serta Teddy Sukardi.
Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama, berikutnya Tim Kajian Undang-undang ITE akan kembali menggelar diskusi pada hari ini Rabu (10/3/2021).
Dalam kesempatan ini, tim akan menghadirkan narsumber dari unsur media.
Sejumlah asosiasi media yang terkonfirmasi hadir antara lain Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan LBH Pers.