News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fenomena Penggunaan AI pada Call Center, Antara Sebuah Hype atau Realita

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Conversational Artificial Intelligence (AI)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Conversational Artificial Intelligence (AI) saat ini telah diakui sebagai elemen penting dalam digitalisasi selama bertahun-tahun yang telah membantu dunia bisnis mempersingkat operasional sekaligus memberikan pengalaman baru bagi audiens mereka.

Ravi Saraogi, Co-founder dan Presiden Uniphore APAC mengatakan, Conversational AI membantu pusat kontak dengan banyak cara, mulai dari membantu Asisten Virtual Cerdas (Intelligent Virtual Assistant/IVAs), menganalisa panggilan secara real-time, hingga meringkas panggilan untuk agen.

Soal apakah pusat kontak bertenaga AI tersebut merupakan hype atau kenyataan, Ravi menyatakan, hal tersebut sudah lama menjadi kenyataan, terutama bagi industri keuangan, telekomunikasi, business process outsourcing (BPO), dan e-commerce di masa pandemi Covid-19 saat ini.

"Meskipun kami sudah melihat cepatnya penggunaan AI dalam satu tahun terakhir saja, kami juga terus melihat aplikasi baru dan menarik untuk diambil, yang benar-benar dapat mengubah perusahaan," ujarnya, Rabu (23/6/2021).

Dia menjelaskan, AI merupakan bagian dari gambaran yang lebih besar, di mana hal ini dimaksudkan untuk "memberi tenaga" kepada keseluruhan operasional di bagian depan dan belakang, dan memperluas kemampuan para agen untuk meningkatkan produktivitas dan pengalaman kepada karyawan.

Menurut temuan utama dari penelitian pada masa Covid, masih ada preferensi dari konsumen Indonesia sebanyak 57,21 persen untuk berbicara dengan agen langsung saat menghubungi call center perusahaan.

Baca juga: Artificial Intelligence dan Visualisasi Data Bisa Pacu Penjualan Perusahaan

Meskipun demikian, banyak yang mungkin tidak tahu bagaimana kemampuan yang digerakkan oleh AI dapat memberikan peringatan dalam panggilan (real-time insights), panduan, dan otomatisasi real-time dari tugas agen berulang saat agen sedang menjadi co-pilot bersama dengan AI.

Baca juga: Pemerintah Kembangkan Teknologi Artificial Intelligence untuk Tangani Covid-19

"Fitur-fitur ini dapat memainkan peran penting dalam membangun persona pelanggan yang terperinci agar perusahaan dapat meningkatkan layanan pelanggan," jelas Ravi.

Untuk setiap pertanyaan, keluhan, dan panggilan yang masuk setiap hari, pusat kontak mengumpulkan banyak data dan melakukan pelatihan langsung.

Baca juga: Oppo Ajak Berbagi Cerita dan Emosi Lewat Kampanye #dearfuture2121 di Instagram

Hal tersebut memungkinkan teknologi yang menggunakan AI untuk mempelajari pelanggan lebih dalam, memahami apa yang disukai pelanggan, mengenali pola, menemukan hubungan yang belum terlihat, dan mensistematisasikan data pelanggan yang bahkan panggilannya belum dimulai.

Hal-hal tersebut membuat seluruh permintaan pelanggan dapat dipahami oleh agen manusia, guna mengetahui waktu yang tepat untuk mengambil suatu tindakan.

Selain itu, AI juga mendorong otomatisasi secara real-time dari tugas agen yang berulang kali dikerjakan, termasuk membuat ringkasan pekerjaan setelah panggilan, disposisi panggilan, pengelolaan janji, dan masih banyak lagi.

Dengan memanfaatkan AI dan Natural Language Processing (NLP), agen manusia dapat mengurangi waktu dan tenaga untuk meringkas pelaporan yang harus dibuat, dan mereka dapat memperoleh insights yang terperinci tentang panggilan tersebut dengan akurasi yang meningkat.

Analitik interaksi pelanggan

Ravi memaparkan, jutaan jam percakapan pelanggan telah direkam dari tahun ke tahun untuk memenuhi standar kualitas, tuntutan pelatihan, dan tujuan kepatuhan oleh pusat kontak.

"Semua data ini hampir tidak pernah dianalisa atau bahkan diambil untuk ditindaklanjuti oleh manusia, itulah sebabnya banyak yang tidak menyadari potensi kuatnya," bebernya.

Jika 100 persen data dari panggilan, email, transkrip obrolan, media sosial, dan interaksi pelanggan lainnya diubah menjadi informasi berharga, bayangkan nilai yang tak terbatas dan layanan pelanggan yang dapat ditawarkan oleh bisnis.

Data yang direkam dapat diuraikan dengan menggunakan customer interaction analytics. Dengan menganalisis data percakapan setelah interaksi terjadi, bisnis dapat menemukan sumber dari penyebab ketidakpuasan pelanggan.

Dengan melakukan analisis sentimen, program ini dapat menentukan kata kunci, topik yang sedang menjadi tren, dan bahkan keadaan emosional berdasarkan percakapan antara pelanggan dengan agen.

Customer interaction analytics juga dapat menyoroti masalah apapun yang membutuhkan perhatian segera.

Dengan demikian, hal tersebut dapat mencegah dan mencari cara untuk mengurangi perpindahan pelanggan yang terjadi, usaha penjualan yang gagal, dan tingkat kontak berulang dan memastikan terjadinya resolusi pada kontak pertama.

"Semua ini dapat mempengaruhi peningkatan pengalaman pelanggan dan pengalaman agen secara langsung, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan secara keseluruhan," ungkapnya.

Dia menegaskan, karyawan adalah aset terbesar perusahaan. Karenanya, bisnis harus lebih menguji keseluruhan pengalaman pelanggan (Customer Experience/CX) dari perspektif holistik.

AI harus bertujuan untuk memberi tenaga pada perjalanan pelanggan, usaha pemasaran, dan pelatihan karyawan.

Ketika teknologi baru dapat menggerakkan pusat kontak, bisnis harus memastikan bahwa masih ada tenaga manusia di back-end, untuk memastikan solusi yang diterapkan akan memenuhi tujuan akhir pelanggan.

Hal tersebut termasuk membantu agen untuk melakukan layanan pelanggan secara real-time melalui empati dan keaslian.

Menurut Nate Brown, Chief Experience Officer di Officium Labs, membangun hubungan dengan pelanggan hanya bisa tercapai dengan pengalaman pelanggan (CX) yang didorong oleh misi.

Dalam sesi Conversations That Matters, sebuah podcast miliknya yang ditujukan kepada para profesional di pusat kontak, beliau mengatakan bahwa, para pemimpin bisnis harus “menunjukkan dan membuktikan nilai-nilai organisasi yang ada melalui pengalaman pelanggan (CX) dan karyawannya untuk mengomunikasikan identitas merek mereka secara otentik.

"Merek, budaya, pengalaman karyawan, atau pengalaman pelanggan tidak dapat dipisahkan — ini merupakan perjalanan yang harus terus dibentuk,” sebut Nate Brown.

Menurut Ravi, konsep untuk mencapai pusat kontak yang sepenuhnya ditenagai oleh AI tidak boleh dianggap sebagai tujuan akhir.

"Pemimpin bisnis harus melihat AI sebagai alat yang ampuh, untuk membantu mereka mencapai pengalaman pelanggan (CX) yang luar biasa di front-end, dan terjadinya transformasi digital yang unggul di back-end," tegasnya.

Teknologi dapat mencapai potensi optimalnya ketika agen manusia dapat bertindak berdasarkan insight yang dapat ditindak-lanjutinya.

Hal tersebut hanya bermanfaat apabila produktivitas dan kesejahteraan agen meningkat, dan hanya diperlukan jika itu membuat kehidupan manusia lebih baik.

Untuk itu, lebih banyak bisnis yang perlu melihat prosesnya secara menyeluruh, dan menggabungkan semua usaha dan investasi mereka agar tercapai pengalaman yang lebih baik bagi semua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini