Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika memulai penataan ulang (refarming) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz untuk meningkatkan konektivitas digital pengguna seluler.
Refarming rencananya dilakukan di 9 klaster dengan mengalokasikan penggunaan spektrum frekuensi radio secara efisien. Hal ini perlu dilakukan guna mengoptimalkan jaringan yang dirasa perlu ditata ulang oleh sejumlah operator seluler Indonesia.
Baca juga: Peluang Bisnis setelah Penataan Frekuensi
"Refarming pita frekuensi radio 2,3 GHz rencananya berlangsung secara nasional dengan langkah pertama akan dimulai pada hari Rabu tanggal 14 Juli 2021 dan paling lambat akan dituntaskan pada bulan September 2021," ujar Menkominfo Johnny G. Plate dalam keterangan resminya pada Rabu (14/7/2021).
Proses refarming ditargetkan tuntas pada bulan September 2021. Selain itu, Johnny mengungkapkan bahwa refarming akan berlangsung di sembilan klaster yang telah disepakati bersama oleh seluruh pengguna pita frekuensi 2,3 GHz.
Baca juga: Forum 5G Indonesia Dorong Pemerintah Segera Lelang Frekuensi Milimeter-Wave untuk Optimalkan 5G
Adapun operator yang menyelenggarakan jaringan di pita frekuensi ini adalah Telkomsel dan Smart yang merupakan Pemenang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi 2,3 GHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler Tahun 2021.
Dalam proses refarming tersebut, refarming ini juga akan melibatkan PT Berca Hardayaperkasa sebagai penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched (operator BWA) yang juga merupakan pengguna pita frekuensi 2,3 GHz.
Baca juga: Mengenal Frekuensi Milimeter-Wave, Jaringan yang Dipakai untuk Menggelar 5G dalam Lelang Kominfo
"Diawali di klaster yang mencakup wilayah Kepulauan Riau dan direncanakan tuntas paling lambat pada bulan September 2021 di klaster yang mencakup wilayah Jawa Timur. Secara keseluruhan, terdapat total 9 klaster yang didefinisikan untuk keperluan Refarming pita frekuensi radio 2,3 GHz," kata Johnny.
Johnny menegaskan, refarming spektrum frekuensi diambil agar memungkinkan penggelaran layanan 5G secara komersial bisa lebih cepat. Selain itu, refarming 2,3 GHz akan menjadikan kualitas jaringan lebih baik sekaligus mendukung pemanfaatan 4G agar semakin optimal.
"Banyak keuntungan dan manfaat bagi masyarakat pengguna layanan seluler khususnya terkait dengan perbaikan kualitas layanan yang dapat dinikmati oleh pelanggan, baik itu layanan 4G maupun 5G," ujarnya.
Ia menjelaskan, peningkatan kualitas layanan tersebut dimungkinkan karena terciptanya optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio. Spektrum frekuensi radio dapat dimanfaatkan secara optimal, maka kapasitas jaringan seluler pun akan turut meningkat sehingga mampu mengimbangi pertumbuhan traffic data yang terus bertumbuh pesat, bahkan di sejumlah titik saat ini terjadi kepadatan jaringan (network congestion).
Pemerintah sendiri dalan hal ini menerapkan kebijakan Netral Teknologi berdasarkan pada evolusi standar teknologi International Mobile Telecommunications (IMT). Melalui kebijakan ini, proses refarming dilaksanakan secara netral untuk semua pita frekuensi.
"Kebijakan Netral Teknologi tersebut berlaku di seluruh pita frekuensi radio yang digunakan untuk menyediakan layanan seluler, termasuk pita frekuensi radio 2,3 GHz," imbuh Johnny.
Johnny menyatakan kebijakan Netral Teknologi tersebut diharapkan dapat mempermudah operator layanan seluler untuk memilih memilih teknologi IMT yang akan diimplementasikan.
"Operator seluler dapat lebih leluasa dan fleksibel dalam mengimplementasikan teknologi IMT-Advanced atau yang biasa dikenal dengan istilah 4G (LTE) dan operator juga dapat menerapkan teknologi IMT-2020 atau yang lebih banyak dikenal dengan istilah 5G. Sepanjang operator seluler tersebut telah mendapatkan Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) dari Kementerian Kominfo," tutupnya.