Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi spyware Pegasus yang dikembangkan sebuah perusahaan asal Israel NSO Group rupanya juga membobol salah satu bos aplikasi terkemuka.
Pendiri sekaligus CEO Telegram Pavel Durov masuk dalam daftar 50.000 nomor telepon yang menjadi target spyware Pegasus. Meski telah lama diintai Pegasus, pria Rusia itu mengaku santai dan sadar bahwa aksi spyware itu telah dilakukan sejak 2018.
Baca juga: Spyware Pegasus Asal Israel Masih Menggila, Pengamat Beri Tips Terhindar dari Serangan Siber Ini
Durov pun membagikan kisahnya di channel resmi Telegramnya yang bisa dilihat siapapun. Ia mengunggah awal mula pengintaian itu terjadi secara lengkap di kanal Telegram-nya.
Durov sendiri santai saat tahu nomor teleponnya menjadi target spyware Pegasus. Meski berulang kali NSO Group selaku pengembang spyware Pegasus membantah, Durov tak sedikit pun merasa khawatir atas aksi tersebut.
Baca juga: Ini Bahaya Pegasus hingga Sarankan Pejabat Negara Tingkatkan Multi Proteksi Siber
"Secara pribadi, saya tidak khawatir. Bahkan sejak 2011, ketika masih tinggal di Rusia, saya sudah biasa mendengar asumsi bahwa semua ponsel saya disusupi," tulis Durov dalam channel Telegram-nya, dikutip Rabu (28/7/2021).
Durov sadar, bahwa siapapun selalu mencari beragam cara untuk membobol ponsel pribadinya.
Ia pun tak khawatir karena pembobol ponselnya tidak akan menemukan informasi pribadi yang penting, sebab di dalam ponselnya hanya dipenuhi oleh desain konsep untuk pengembangan produk Telegram.
Baca juga: Apakah Ponselmu Terserang Spyware Pegasus? Begini Cara Mengeceknya
Menurut pandangan Durov, kasus spyware mesti ditanggapi dua platform smartphone dunia yakni Apple dan Google. Hal itu berdasarkan pada temuan yang diungkap oleh pendiri WikiLeaks oleh Edward Snowden.
Dalam temuannya, Snowden mengatakan Apple dan Google merupakan bagian dari program mata-mata global yang kerap membocorkan informasi melalui backdoor di sistem operasi mereka.
"Adanya backdoor dalam infrastruktur dan software krusial menciptakan tantangan besar bagi umat manusia. Hal itu pula yang dilakukan Pegasus untuk membobol data pribadi pengguna ponsel dan WhatsApp," ucap Durov.
Melalui backdoor ini, spyware biasanya dimanfaatkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mengakses informasi dari ponsel mana saja. Tapi jika pemerintah AS bisa mengakses backdoor ini, maka pihak lain juga bisa melakukan hal yang sama.
"Dengan spyware itu, sistem back end seperti itu membuktikan bahwa mereka tidak pernah eksklusif hanya untuk satu pihak. Siapa pun dapat mengeksploitasi mereka. Jadi, jika agen keamanan AS dapat meretas ponsel iOS atau Android, organisasi lain mana pun yang mengungkap pintu belakang ini dapat melakukan hal yang sama," pungkasnya.
Dalam tulisannya yang dibaca hingga 780 ribu lebih pengguna Telegram, Durov menilai tidak heran sebuah perusahaan Israel bernama NSO Group menjual akses ke alat mata-mata yang memungkinkan pihak ketiga meretas puluhan ribu telepon.