Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menyayangkan, adanya kebocoran data dari aplikasi Indonesia Health Alert Card atau eHAC.
Menurutnya, kebocoran data eHAC ini mencoreng nama Indonesia di mata dunia karena eHAC sendiri diwajibkan untuk diunggah setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia.
"Kewajiban mengunggah eHAC ini, tentunya Indonesia menyatakan bertanggung jawab dan mampu mengamankan informasi dalam aplikasi tersebut," kata Alfons saat dihubungi Tribunnews, Kamis (2/9/2021).
Baca juga: Kemenkes Pastikan Tak Ada Kebocoran Data Aplikasi eHAC, Jubir BSSN: Masih Tersimpan Baik
Ia juga menilai, ini menjadi catatan merah bagi tim Informasi dan Teknologi (IT) Kementerian Kesehatan terkait adanya dugaan kebocoran data eHAC ini.
"Informasi yang ada pada eHAC merupakan data base, yang artinya harus diamankan dan ini merupakan data yang penting serta harus dilindungi," kata Alfons.
Sebelumnya dikabarkan bahwa sebanyak 1,3 juta data yang ada di aplikasi eHAC diduga bocor. Kebocoran tersebut ditemukan peneliti vpnMentor Noam Rotem dan Ran Locar.
Selanjutnya vpnMentor pun melaporkan hal tersebut, dan ditindaklanjuti oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Data yang bocor ini diketahui merupakan informasi hasil tes Covid-19 termasuk nama orang yang melakukan tes.
Baca juga: Bocornya Data Pengguna eHAC, Pimpinan DPR: Indonesia Butuh UU Perlindungan Data Pribadi
Selain itu kebocoran data juga meliputi, nama rumah sakit tes Covid-19 rumah sakit, nomor antrean, tipe tes hingga waktu dan tempat tes.
Kebocoran data eHAC yang lain yakni data 226 rumah sakit di Indonesia, meliputi nama, alamat hingga kapasitas rumah sakit.
Baca juga: Jamin Keamanan eHAC di Aplikasi PeduliLindungi, Kemenkes: Servernya Ada di Pusat Data Nasional
Selain itu, data penumpang yang isinya merupakan identitas, nomor dan foto paspor, nomor Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang digunakan saat membeli tiket, hotel tujuan penumpang dan data tambahan lainnya pun ikut bocor.