TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan startup teknologi akuakultur asal Indonesia, DELOS, mendapatkan kepercayaan melalui pendanaan tahap awal (seed funding) dari investor eksternal, yang dipimpin oleh Arise yakni kolaborasi antara MDI Ventures dan Finch Capital.
Dana gabungan dalam putaran pendanaan tahap ini ditujukan untuk memodernisasi Akuakultur Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Revolusi Biru.
Selain Arise, Number Capital, yang dipimpin oleh Hendra Kwik, dan investor tahap awal regional iSeed Asia, yang dipimpin oleh Wing Vasiksiri turut bergabung dalam putaran pendanaan kali ini.
Kolaborasi investor ini turut mencakup Irvan Kolonas dari JAPFA, salah satu produsen pakan dan benih udang terbesar di Indonesia serta PayFazz Group, yang dikenal sebagai salah satu perusahaan fintech terkemuka di Indonesia.
Melalui dana baru tersebut, DELOS berencana membangun dan menambah skala dari Aquahero, sebuah software dan metode ilmiah produksi udang.
Baca juga: Disuntik Pendanaan dari Jeff Bezos, Salah Satu Founder Startup Ula Ternyata Mantan Karyawan Amazon
Dengan begitu, akurasi perkiraan dan rekomendasi tindakan yang dihasilkan dari teknologi DELOS ini akan semakin tepat, yang pada akhirnya bisa meningkatkan profitabilitas dan produktivitas tambak.
Selain itu, dana investasi miliaran rupiah tersebut juga akan dialokasikan untuk pengembangan integrasi value-chain dan mitra-mitra tambak baru DELOS.
Aldi Adrian Hartanto, Partner dari Arise dalam siaran pers menjelaskan bahwa udang memiliki potensi yang cerah sebagai salah satu pemegang peranan besar sumber daya laut Indonesia.
“Bahkan, industri tambak udang nusantara yang belum dimanfaatkan mencapai 77 persen dari keseluruhan nilai hasil perikanan saat ini. Sangat disayangkan jika industri yang potensial ini terus terhambat oleh masalah klasik, seperti produktifitas yang rendah, kurangnya pembiayaan, dan juga value-chain multi-layer,” ujarnya.
DELOS yang diprakarsai oleh Guntur Mallarangeng, Bobby Indra Gunawan, dan Alexander Farthing ini mengusung sebuah visi bertajuk “Revolusi Biru”.
Dengan identitas itu, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan dan modernisasi industri akuakultur di Indonesia. DELOS sendiri adalah wajah modernisasi dari perusahaan akuakultur lokal terkemuka, Dewi Laut Aquaculture (DLA) dan Alune Aqua dalam wujud teknologi digital.
“Di mana industri yang didominasi oleh cara tradisional dan terfragmentasi, dapat bertransformasi menjadi tambak modern dan sistematis berbasis ilmiah. DELOS memadukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktik manajemen yang baik untuk meningkatkan produktivitas tambak udang dan meningkatkan hasil di atas rata-rata, mendekati 40 ton/ha,” ujar CEO DELOS, Guntur Mallarangeng.
Dengan garis pantai sepanjang 54.000 km, sumber daya manusia pesisir yang melimpah, serta iklim tropis yang menunjang, seharusnya Indonesia mampu menjadi pemimpin global untuk akuakultur yang berkelanjutan.
Terutama dengan komoditi udang Indonesia yang mampu bersaing dalam skala global sebagai produk akuakultur paling berharga kedua di dunia, dalam hal produk ekspor makanan laut terbesar.
Bahkan permintaan global untuk protein berbasis makanan laut kian meningkat, saat ini akuakultur memasok lebih dari 60 persen dari semua makanan laut yang dikonsumsi.
Dengan perspektif itu, pemerintah Indonesia telah menargetkan budidaya dan produksi udang untuk tumbuh 250 persen selama tiga tahun ke depan.
Namun, adopsi teknologi yang rendah, praktik pengelolaan yang kurang baik, dan akses yang buruk terhadap pembiayaan telah membatasi pertumbuhan akuakultur Indonesia itu sendiri, dan menghambat produktivitas tambak.
Faktor-faktor ini telah menciptakan hambatan di tengah-tengah value chain, dan membatasi output pabrik dan ekspor di hilir hingga rata-rata hanya mencapai 40 persen sampai 60 persen kapasitas pabrik.
Inti masalah ini berujung pada kesenjangan produktivitas, dimana kurang dari 5 persen tambak yang ada dapat menghasilkan 4x lipat di banding tambak lain (40 ton vs.10 ton/Ha).
Inilah yang membuat industri senilai USD 2 miliar itu tidak dapat memenuhi potensi terpendamnya untuk menjadi 2 kalo lipat, senilai USD 4 miliar.
Lebih lanjut, Guntur menuturkan bahwa dengan teknologi mutakhir dan tim dari multi-disiplin ilmu, yang mencakup akuakultur, biologi kelautan, teknologi, dan bisnis, dapat menjadi solusi.
Dengan perpaduan itu, akan mampu mendukung agenda nasional pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ini dengan tetap menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan environmental (SEE).
"DELOS berusaha untuk meningkatkan pengalaman, jaringan, dan IP-nya, sistem manajemen tambak lengkap yang diteliti dan dikembangkan secara internal untuk meningkatkan kapasitas produktif dan hasil tambak udang Indonesia yang ada, sebesar 50 persen-150 persen. Dengan menciptakan nilai lebih bagi petambak, meningkatkan volume ekspor nasional, dan mencuatkan reputasi Indonesia sebagai negara akuakultur terkemuka dunia,” ujar Guntur.
“Dengan bermitra erat bersama Dewi Laut Aquaculture dan sebuah perusahaan fintech akuakultur terkemuka bernama Alune Aqua, diharapkan dapat mempercepat perkembangan pesat teknologi in-house kami. Solusi DELOS telah berhasil membenamkan teknologi dan operasi ke dalam budaya dan infrastruktur petani lokal sambil menjembatani mereka dengan pemangku kepentingan yang ada. Hal ini mengarah ke FCR (Feed Conversion Ratio), SR (Survival Rate), dan panen yang lebih tinggi,” tutup Guntur.