Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tren perusahaan melakukan transformasi bisnis ke digital sangat terasa sejak setahun belakangan sejak pandemi Covid-19 melanda banyak negara, termasuk Indonesia.
Tranformasi bisnis ke platform digital yang paling nyata terlihat adalah dalam hal pola interaksi perusahaan dengan pelanggan atau dikenal dengan istilah customer experience.
Beberapa perusahaan juga ada yang melakukan transformasi digital bisnis dalam aspek lain.
Baca juga: Layanan Finansial Digital Berkontribusi Positif Bagi Perekonomian Indonesia
Menurut Hendra Lesmana, CEO NTT Ltd. untuk Indonesia mengatakan, transformasi digital bisnis bisa dikategorikan dalam tiga hal, yakni employee experience, customer experience, dan digital experience.
Employee experience merupakan transformasi digital bisnis yang mengubah cara karyawan bekerja. Contoh transformasi employee experience ini seperti meeting online yang saat ini mulai jamak dilakukan oleh banyak orang ketika sedang bekerja.
Sedangkan customer experience, seperti disebutkan di atas merupakan transformasi digital bisnis perusahaan dalam hal berinteraksi dengan pelanggan.
Baca juga: Puncak IDC AMSI 2021, Menko Airlangga: Peluang Ekonomi Digital Indonesia Masih Terbuka Lebar
"Transformasi dari sisi customer experience ini ada berbagai macam. Ada yang sudah mulai menggunakan bot sebagai bentuk transformasi digital dengan pelanggannya," ujarnya.
"Ada juga perusahaan yang bertransformasi dalam hal pengolahan data pelanggan. Karena data yang mereka dapatkan tak hanya data yang terekam resmi," ujar Hendra dalam sebuah sesi bincang online, Selasa (23/11/2021).
Transformasi pengolahan data pelanggan yang dimaksud Hendra bisa dikategorikan menjadi dua yakni data resmi dan tidak resmi.
Data resmi yang dimaksud seperti biodata pelanggan yang dimasukkan ketika melakukan pendaftaran.
Baca juga: Pelaku Pertanian di Jawa Tengah Diajak Perluas Jangkauan Pasar Lewat Digitalisasi
Sedangkan data tidak resmi contohnya seperti jenis pembayaran favorit pelanggan ketika bertransaksi di e-commerce, hingga pertanyaan atau saran yang dilontarkan pelanggan di halaman akun resmi media sosial perusahaan.
"Terakhir adalah digital experience. Ini memang berubah sama sekali. Dari yang tadinya (bisnis) offline harus punya (versi) online. Konsekuensi logisnya harus ada inovasi yang dilakukan," ujarnya.
Hendra menambahkan, garis besar dari transformasi ini adalah memperhatikan cyber security. Membangun cyber security ini bisa dianalogikan sama seperti membangun rumah. Jika rumah tersebut memiliki pintu, apakah pintunya dibiarkan terbuka saja atau diberikan kunci.
Adapun membangun cyber security dalam rangka mendukung transformasi bisnis digital harus dimulai dari membahas secure by design agar bisnis bisa dijalankan secara aman baik oleh pelaku usaha maupun pelanggan.
Bagi pelaku usaha UMKM, hal mendasar yang pertama perlu dilakukan ketika membangun cyber security adalah jangan menggunakan tool yang sudah tak didukung lagi oleh penerbit tool tersebut.
Misalnya bagi pelaku bisnis yang menggunakan Windows, gunakan versi Windows yang masih mendapat pembaruan berkala dari Microsoft selaku penerbit sistem operasi tersebut.
Selanjutnya, cyber security bisa ditingkatkan dengan menerapkan password, multi factor authentication, hingga One Time Password (OTP).