TRIBUNNEWS.COM - Ancaman pemblokiran platform digital yang tidak terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo saat ini tengah ramai diperbincangkan masyarakat.
Hingga kini masih ada beberapa platform digital populer di Indonesia yang belum terdaftar di Kominfo, di antaranya ada Google, Facebook, Netflik, WhatsApp, Instagram, Telegram, Twitter, YouTube, serta Zoom.
Jika platform digital tersebut tidak segera mendaftar atau melakukan registrasi ke Kominfo hingga 20 Juli 2022 mendatang, maka Kominfo akan memblokir platform digital tersebut sesuai dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.
Menanggapi hal tersebut, organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang bergerak di bidang digital, SAFEnet pun membuat petisi untuk menolak aturan Kominfo terkait Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat tersebut.
Petisi tersebut dibuat karena SAFEnet menilai pemblokiran platform digital yang tidak melakukan pendaftaran ke Kominfo hingga tanggal 20 Juli 2022 ini akan berdampak kepada masyarakat sebagai pengguna patform digital.
Lebih lanjut SAFEnet menilai pasal-pasal yang ada dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tersebut banyak terdapat pasal-pasal karet atau bermasalah.
Baca juga: 4 Hari Lagi, Kominfo Ancam Akan Blokir WhatsApp, Instagram, Hingga Netflix, Ternyata Ini Penyebabnya
Pasalnya pasal-pasal dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 ini banyak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk hak atas privasi dan hak kebebasan berekspresi.
Hal tersebut diungkap Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Nenden Sekar Arum kepada Tribunnews.com, Minggu (17/7/2022).
"Sebetulnya Permenkominfo 5/2020 ini kan dari 2020 ya disahkan, SAFEnet sudah beberapa kali melayangkan protes kepada pemerintah terkait peraturan ini. Sejak 2021 kami sudah membuat statement, mengirimkan surat kepada Kominfo terkait keberatan dan lain-lain."
"Ketika kita melihat aturan dari Permenkominfo 5/2020 ini, SAFEnet sudah pernah bikin analisis kebijakannya, diketahui banyak sekali pasal-pasal bermasalah yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Termasuk hak atas privasi dan hak untuk kebebasan berekspresi," kata Nenden kepada Tribunnews, Minggu (17/7/2022).
Baca juga: Penyebab Kominfo Ancam Blokir WhatsApp, Instagram, Twitter, Telegram, TikTok, Google 3 Hari Lagi
Mengapa Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 Langgar Hak Privasi dan Kebebasan Berekspresi
Nenden memberikan contoh, dengan adanya Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020, maka pemerintah bisa meminta data pribadi pengguna.
Padahal data pengguna digital platform tersebut merupakan privasi dari pengguna.
"Ketika misalnya dengan peraturan ini platform digital wajib menyerahkan data pribadi pengguna ketika pemerintah minta. Berarti secara tidak langsung privasi pengguna atau data pengguna platform digital tersebut mau enggak mau ketika pemerintah meminta maka harus dikasih."
"Padahal kan itu data kita, data pengguna tapi ternyata mau enggak mau harus diserahkan platform digital karena mengikuti peraturan Permenkominfo 5/2020 ini," terang Nenden.
Baca juga: Daftar Platform Digital yang Belum Terdaftar di Kominfo: Google hingga WhatsApp Terancam Diblokir
Kemudian Nenden juga memberi contoh lain ketika pemerintah meminta kepada platform digital untuk melakukan penghapusan konten.
SAFEnet menilai hal tersebut berbahaya, karena berdasarkan aturan Kominfo, platform digital harus menghapus konten yang diminta pemerintah dalam waktu 24 jam, atau 4 jam unduk permintaan penghapusan mendesak.
Waktu tersebut juga dinilai terlalu singkat bagi platform digital untuk menilai apakah sebuah konten itu benar-benar bermasalah atau tidak.
"Kemudian masalah lain yang muncul di aturan ini adalah adanya aturan take down konten atau penghapusan konten. Kenapa SAFEnet menilai itu berbahaya, karena disitu dijelaskan bahwa platform digital wajib menurunkan konten yang dilaporkan dalam waktu 24 jam dan 4 jam untuk permintaan penghapusan ‘mendesak.'"
Baca juga: Mengenal Apa Itu PSE dan Kategori PSE yang Wajib Daftar ke Kominfo
"Itu adalah waktu yang sangat-sangat singkat untuk platform digital melakukan penilaian terhadap konten tersebut, apakah konten tersebut betul-betul bermasalah atau engga," ungkap Nenden.
Selain itu kriteria konten yang melanggar undang-undang yang dibuat Kominfo juga tidak dijelaskan dengan detail dan tidak terukur.
Sehingga membinggungkan platform digital serta masyarakat untuk mengetahui konten seperti apa yang harus dihapus atau di take down.
Misalnya disebutkan bahwa konten yang melanggar undang-undang adalah konten yang yang meresahkan masyarakat dan menganggu ketertiban umum.
Namun nayatanya kriteria menganggu dan meresahkan ini tidak bisa diukur dengan jelas.
Baca juga: Apa Itu PSE Lingkup Privat? WhatsApp hingga Google Harus Daftar PSE agar Tak Diblokir Kominfo
"Sebenarnya ada disebutkan kriteria konten apa sih yang seharusnya tidak boleh ada di platform digital, dan konten apa sih yang bermasalah, kemudian harus ditake down oleh platform digital. Disitu disebutkah salah satunya adalah konten yang melanggar undang-undang, konten yang meresahkan masyarakat dan menganggu ketertiban umum. Nah kalau kita lihat aja dari kriteria pasal konten bermasalah itu sangat karet."
"Jadi kita enggak pernah tau yang mana sih konten yang meresahkan masyarakat, konten mana si yang menganggu ketertiban umum. Nah ini takutnya adalah ketika misalnya ada konten yang rame dan ini mengkritik pemerintah kemudian pemerintah meminta platform digital menghapus itu, mau enggak mau harus mengapus konten tersebut kalau tidak ingin mendapat sanksi dari pemerintah."
"Padahal konten tersebut seharusnya adalah konten yang tidak boleh ditake down, karena merupakan bentuk opini dan ekspresi masyarakat. Tapi karena tadi ada kepentigan dari pemerintah sendiri yang membuat konten itu harus ditake down dan itu menyalahi peraturan kebebasan berekspresi misalnya di platform digital tersebut," pungkas Nenden.
Baca juga: Tak Hanya WhatsApp, Mobile Legends hingga PUBG Mobile juga Terancam Diblokir Kominfo
Total ada 4.634 PSE yang Terdaftar di Kominfo per 27 Juni 2022
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen Aptika Kemkominfo) Semuel Abrijani mengatakan bahwa sudah ada total 4.634 PSE yang terdaftar di Kominfo per 27 Juni 2022.
Menurut Semmy, PSE domestik maupun asing yang tidak mendaftar sampai tenggat yang ditentukan akan dikategorikan sebagai PSE ilegal dan terancam diblokir layanannya.
"Apabila PSE tidak melakukan pendaftaran sampai dengan batas akhir pada tanggal 20 Juli 2022, maka PSE yang tidak terdaftar tersebut merupakan PSE ilegal di wilayah yuridiksi Indonesia," kata Semmy.
Artinya, Google, Facebook, WhatsApp, Instagram, Netflix, Twitter, Telegram, Zoom, dan YouTube terancam dicap ilegal dan diblokir di Indonesia bila tidak melakukan pendaftaran ke Kominfo hingga 20 Juli 2022.
Untuk itu, Kominfo mengimbau kepada para Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat yang ada di Indonesia, untuk segera melakukan pendaftaran agar tidak dicap ilegal dan diblokir.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Yurika Nendri Novianingsih)
Baca berita lainnya terkait Platform Digital Asing di Indonesia.