Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti dari Divisi Kebebasan Berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Nenden Sekar Arum menilai rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir platform digital per 21 Juli 2022 bakal merugikan banyak pihak.
"Banyak orang cari nafkah dan mencari ilmu lewat platform digital," ujar Nenden saat dihubungi, Senin (18/7/2022).
Ia menambahkan, sederetan aplikasi masih banyak belum mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, baik asing maupun domestik. Menurut Nenden, ada beberapa pasal karet dalam aturan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020.
Baca juga: Soal Ancaman Pemblokiran Kominfo ke Platform Digital yang Tak Registrasi PSE, SAFEnet: Rugikan User
Misalnya, Pasal 9 ayat 3 dan 4:
Ayat 3: PSE Lingkup Privat wajib memastikan: (a) Sistem Elektroniknya tidak memuat informasi Elektronik dan/atau Dokumen elektronik yang dilarang; dan. (b) Sistem Elektroniknya tidak memfasilitasi penyebaran Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilarang.
Ayat 4: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan klasifikasi: (a) melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; dan (c) memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilarang.
"Konten negatif yang dimaksud pemerintah tidak dijelaskan secara spesifik. Bagaimana indikator konten yang meresahkan masyarakat dan melanggar ketertiban umum? Ini pasal karet," ujar Nenden.
Nenden mencontohkan, jika ada masyarakat memuat konten kritik pemerintah, kemudian viral. Maka, pemerintah bisa meminta PSE untuk melakukan take down. Sebab, pemerintah bisa menggunakan pasal karet tersebut.
"Mau tidak mau platform digital harus melakukan hal tersebut," tutur Nenden.
Melihat keresahan masyarakat di lini masa, SAFEnetmenggagas petisi penolakan aturan PSE Lingkup Privat Kominfo. Dalam satu hari, petisi tersebut sudah ditandatangani lebih dari 3 ribu orang.
"Kita melihat banyak orang resah, karena itu kita bikin petisi mewadahi agar masyarakat bisa menyampaikan aspirasi dan menunjukkan keresahan terhadap regulasi ini," ujar Nenden.