News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KTT G20 Bali

Polri Gunakan Face Recognition di G20, Perusahaan Computer Vision Jelaskan Cara Kerja Cegah DPO

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pada perhelatan G20 di Bali, Polri melakukan terobosan keamanan melalui penggunaan teknologi pengenalan wajah (face recognition).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada perhelatan G20 di Bali, Polri melakukan terobosan keamanan melalui penggunaan teknologi pengenalan wajah (face recognition).

Setiap orang yang tertangkap kamera, datanya akan keluar di layar Command Center milik Polri.

Menurut mereka, ini dilakukan agar ruang gerak Polri makin luas dalam mengantisipasi potensi bahaya.

Adhiguna Mahendra selaku Chief of Product and AI Nodeflux, perusahaan computer vision lokal, menjelaskan bahwa penerapan FR oleh aparat penegak hukum adalah hal yang sudah banyak dilakukan di berbagai negara.

Baca juga: Deretan Sektor yang Sudah Mulai Mengadopsi Teknologi Face Recognition

Namun, ia menyebut penggunaannya pada perhelatan G20 memiliki banyak tantangan.

Sebab, berurusan dengan puluhan juta data wajah penduduk.

Adhiguna berujar cara kerja face recognition menangkap orang dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dilakukan melalui beberapa tahapan.

"Pertama, proses ekstraksi dan capture seluruh karakteristik wajah ke dalam bentuk vektor yang lebih kecil yang disebut face embedding," ujarnya dalam keterangan, Selasa (29/11/2022).

Hasil face embedding itu akan dibandingkan dengan face embedding dari individu lain.

Nantinya, hasil yang paling pendek jaraknya dengan algoritma berarti memiliki karakteristik yang mirip.

“Kalau untuk kasus blacklisting, artinya face embedding di Database DPO atau orang yang di blacklist, dibandingkan (match) dengan face embedding orang yang terlihat di CCTV. Jika match (sangat mirip) maka orang tersebut dianggap blacklisted,” kata Adhiguna.

Menurut Adhiguna, di Indonesia sendiri penyedia teknologi Computer Vision khususnya Face Recognition masih terbilang langka.

Nodeflux berdiri sejak 2016 dan telah meraih prestasi dari nasional dan internasional.

Ada dari IMF, Asian Games, hingga Smart City di puluhan kota.

Nodeflux memiliki produk face recognition yang telah tersertifikasi world class dari NIST Amerika dan dengan nilai TKDN sebesar 99.04 persen.

Layanan face recognition milik mereka sudah terkoneksi dengan 192 juta data wajah biometrik di Indonesia.

“Dengan melihat pengembangan fitur FR yang ada di Polri saat ini, kami yakin ke depannya adopsi AI khususnya FR akan terus bertambah di berbagai industri," ujar Adhiguna.

"Bahkan untuk saat ini, industri banking atau fintech saja sudah terbiasa dengan teknologi FR untuk pembukaan rekening secara digital. Mungkin 3-5 tahun ke depan, ekosistem dan juga awareness terhadap teknologi ini sudah lebih matang di Indonesia,” katanya melanjutkan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini