Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, SAN FRANCISCO - Tahun 2022 menjadi tahun yang sulit untuk saham-saham teknologi Amerika Serikat (AS), salah satunya Amazon.
Saham raksasa e-niaga tersebut anjlok 51 persen pada tahun ini, sehingga memusnahkan kapitalisasi pasar perusahaan hingga ratusan miliar dolar AS.
Dikutip dari CNBC, tidak hanya Amazon, saham perusahaan teknologi lainnya juga mengalami penurunan. Pada tahun ini, saham Tesla anjlok 68 persen dan saham induk Facebook, Meta Platforms Inc, jatuh 66 persen.
Baca juga: Amazon dan Apple Lanjutkan Beriklan di Twitter
Kapitalisasi pasar Amazon menyusut menjadi sekitar 834 miliar dolar AS dari 1,7 triliun dolar AS pada awal tahun ini. Sementara itu, Amazon tersingkir dari kelompok perusahaan bernilai triliunan dolar AS pada bulan lalu.
Sebagian besar kemalangan Amazon terkait dengan ekonomi dan lingkungan makro. Inflasi yang melonjak dan kenaikan suku bunga telah mendorong investor masuk ke perusahaan dengan margin laba tinggi, arus kas yang konsisten, dan hasil dividen yang tinggi.
Namun, investor Amazon punya alasan lain untuk keluar dari saham perusahaan tersebut. Amazon menghadapi penjualan yang melambat, karena prediksi ledakan e-commerce pasca pandemi Covid-19 yang berkelanjutan tidak berjalan dengan baik.
Di masa pandemi, banyak orang bergantung pada platform perdagangan online seperti Amazon untuk membeli barang-barang mulai dari tisu toilet dan masker wajah hingga perabotan rumah tangga. Hal tersebut mendorong saham Amazon ke rekor tertinggi saat penjualannya melonjak.
Baca juga: Amazon Terancam Bangkrut, PHK Karyawan Berlanjut Hingga 2023
Ketika banyak negara mencabut larangan perjalanan, yang diterapkan saat pandemi Covid-19, konsumen secara bertahap kembali berbelanja di toko dan membeli makanan di restoran, yang menyebabkan pertumbuhan pendapatan Amazon yang mengesankan memudar.
Situasi semakin memburuk pada awal tahun ini, karena perusahaan menghadapi biaya yang lebih tinggi terkait dengan inflasi, perang di Ukraina, dan kendala rantai pasokan.
CEO Amazon Andy Jassy, yang menggantikan pendiri Amazon Jeff Bezos pada Juli 2021, mengakui bahwa perusahaan mempekerjakan terlalu banyak pekerja dan membangun kembali jaringan gudangnya saat berpacu untuk memenuhi permintaan di era pandemi.
Jassy juga melakukan peninjauan secara luas pada pengeluaran perusahaan, yang mengakibatkan beberapa program ditutup dan pembekuan perekrutan seluruh tenaga kerja perusahaannya. Bulan lalu, Amazon dilaporkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.000 karyawan hingga 2023.
Bahkan segmen komputasi awan Amazon, yang biasanya menjadi tempat perlindungan bagi investor, mencatat pertumbuhan pendapatan terlemah hingga saat ini di kuartal ketiga 2022.
Sedangkan di 2023, beberapa analis telah mengurangi perkiraan mereka terhadap pendapatan dan penjualan Amazon, mengutip kondisi ekonomi global serta berlanjutnya pelemahan dalam e-niaga dan komputasi awan.
Baca juga: Badai PHK Benar-benar Terjadi, Amazon Pecat 10.000 Karyawan Pekan Ini
Analis di perusahaan investasi Evercore ISI, Mark Mahaney, dalam laporannya pada 18 Desember, menurunkan proyeksi 2023 untuk Amazon, memprediksi total pertumbuhan penjualan ritel untuk tahun ini sebesar 6 persen, turun dari 10 persen. Dia memangkas perkiraan pertumbuhan pendapatan Amazon Web Services secara tahunan menjadi 20 persen dari 26 persen.
Namun, Mahaney mengatakan dia tetap optimis pada prospek jangka panjang Amazon, menyebutnya sebagai pembelian prasmanan karena perusahaan itu memiliki bermacam-macam bisnis, merujuk pada pangsa Amazon yang tumbuh di layanan ritel, cloud, dan periklanan serta investasi yang berkelanjutannya di bidang-bidang seperti bahan makanan, perawatan kesehatan, dan logistik.
“Bagi para investor yang memanfaatkan cakrawala waktu 2-3 tahun dan mencari keuntungan dari dislokasi baru-baru ini dalam ’saham bersih berkualitas tinggi, kami sangat merekomendasikan AMZN,” tulis Mahaney.
Sementara kekhawatiran resesi adalah nyata dan estimasi pendapatan harus turun, “AMZN tetap menjadi aset dengan kualitas tertinggi yang kami cakup dalam hal prospek Pendapatan dan Laba,” tulis Mahaney.