Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, SAN FRANCISCO - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di Amazon.com Inc menunjukkan gelombang PHK yang melanda sektor teknologi dapat berlanjut hingga 2023.
Amazon mengumumkan pada Kamis (5/1/2023) akan melakukan PHK terhadap 18.000 staf di berbagai divisi perusahaan.
Para pekerja yang terdampak pemecatan akan lebih dulu menerima surat pemberitahuan pada 18 Januari 2023.
Baca juga: Ketidakpastian Ekonomi Dorong Amazon Pecat 18.000 Pekerja
Ledakan permintaan di raksasa e-commerce ini selama pandemi Covid-19 dengan cepat berubah ketika pertumbuhan ekonomi AS mulai melambat, membuat perusahaan kehilangan lebih dari 150.000 pekerja pada 2022, menurut situs pelacakan Layoffs.fyi.
"Lebih banyak PHK tentu saja mungkin terjadi ... mengingat skala investasi yang kami lihat pada 2020-21, kami mungkin berpikir bahwa beberapa tingkat kehati-hatian mungkin tepat," kata direktur investasi di perusahaan keuangan AJ Bell, Russ Mould, yang dikutip dari NDTV.
Setelah pandemi global mereda, PHK pada tahun lalu melonjak 649 persen dari tahun sebelumnya, yang dipimpin oleh perusahaan teknologi, menurut perusahaan perpindahan dan transisi karier global Challenger, Gray & Christmas, Inc.
Penurunan permintaan di tengah kenaikan suku bunga telah menyebabkan beberapa pemimpin perusahaan dari sektor tersebut mengakui bahwa mereka mempekerjakan karyawan secara berlebihan selama pandemi Covid-19.
Baca juga: Amazon akan PHK 18.000 Karyawan, Pemberitahuan PHK Diumumkan 18 Januari 2023
Induk Facebook dan Instagram, Meta Platforms Inc, memecat 11.000 tenaga kerja pada tahun lalu, dengan CEO Meta Mark Zuckerberg mengatakan dia salah memperkirakan bahwa pandemi Covid-19 akan terus berlanjut.
Raksasa teknologi lainnya seperti Microsoft dan Google telah mengisyaratkan langkah-langkah pemotongan biaya operasional, termasuk melakukan PHK karyawan.
Bos Salesforce Inc Marc Benioff mengatakan pada Rabu (4/1/2023), saat dia mengumumkan rencana untuk memangkas 10 persen dari staf Salesforce, bahwa perusahaan perangkat lunak itu telah mempekerjakan terlalu banyak orang.
Sementara untuk Amazon, pertumbuhan unit cloud yang menghasilkan sebagian besar keuntungannya telah melambat karena banyak pelanggan mengurangi pengeluaran, sedangkan unit ritel online terhuyung-huyung karena daya beli konsumen terpengaruh oleh inflasi yang tinggi.
Gelombang PHK yang berkembang membangkitkan kembali ingatan akan gelembung dot-com pada awal 2000-an dan krisis keuangan pada 2008 ketika puluhan ribu orang kehilangan pekerjaan.
"Beberapa dari kita akan mengingat tahun 2000 hingga 2003 setelah gelembung besar yang dipicu oleh uang murah, ekspektasi investor yang tinggi, dan uang tunai yang berlimpah," kata Russ Mould.
Baca juga: Badai PHK Berlanjut, Amazon Kembali Pangkas 18.000 Pekerja Tahun Ini
"Apakah kita melihat pengulangan atau tidak akan sangat menarik karena ada bahayanya," tambahnya.
Sebagai informasi, gelembung dot-com atau disebut gelembung teknologi informasi adalah gelembung spekulasi yang terjadi antara 1998 hingga 2000, ketika bursa saham di negara-negara industri mengalami kenaikan nilai ekuitas secara tajam berkat pertumbuhan di sektor Internet dan bidang-bidang yang terkait.