Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkap bahwa pertimbangan membuat aturan yang bisa menyensor konten di platform OTT (over-the-top) seperti Netflix mencuat setelah muncul keluhan dari para pihak stasiun televisi.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong mengatakan, mereka memprotes banyak konten film yang tayang di Netflix tidak disensor, sementara konten yang tayang di stasiun TV kena sensor.
"Kemarin muncul saat Hari Penyiaran Nasional. Jadi para stasiun tv, kemarin ada yang mengatakan kalau film yang disiarkan TV, (ada adegan melibatkan) orang merokok saja diblur, senjata ditodongkan ke orang diblur," kata Usman kepada wartawan, dikutip Selasa (15/8/2023).
"Sementara di Netflix semuanya keluar. Transparan. Artinya tidak ada sensor dan blur. Dari situ kita (berpikir), betul juga. Bagaimana sebaiknya? Kita bicara bersama. Kominfo akan diskusi dengan LSF, bagaimana sebaiknya film yang ditayangkan Netflix dan OTT lainnya," sambungnya.
Keterlibatan Lembaga Sensor Film (LSF) dalam diskusi ini karena perihal penyensoran masih ada di tangan mereka.
Maka dari itu, diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai ke ranah mana para platform OTT ini masuk.
"Jadi kita masih dalam gagasan untuk membuat aturan tata kelola seperti apa untuk OTT yang menayangkan special film. Kan ini OTT film saja," kata Usman.
"Baru dalam tahap gagasan untuk membahas secara serius. Sebetulnya dulu-dulu sudah kita mencoba membahas secara serius terkait dengan Netflix masuk ke ranah siapa. Kominfo, LSF, atau penyiaran secara umum misalnya KPI," lanjutnya.
Usman mengatakan yang diinginkan oleh pihaknya adalah pencegahan dari sisi penyensoran, bukan takedown konten. Kominfo ingin melakukan pencegahan pada konten negatif yang tayang di platform OTT seperti Netflix.
Baca juga: Kominfo Serius Godok Aturan Sensor ke Platform OTT Seperti Netflix Dkk
Usman kemudian berujar, ia pernah melakukan pembicaraan dengan Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto soal aturan penyensoran di OTT ini, tetapi terputus.
Sekira setahun yang lalu, kata dia, sudah pernah ada pembicaraan dengan Rommy soal penyensoran Netflix dkk, tetapi terputus. Baru pada saat Hari Penyiaran Nasional 2023, muncul kembali ide tersebut.
"Nah, mungkin Hari Penyiaran Nasional itu menjadi momentum bagi kita untuk serius, lebih serius lagi membicarakan ini karena banyak protes juga dari masyarakat. Termasuk tadi dari stasiun televisi juga," ujar Usman.
Baca juga: 4 Hal yang Perlu Diketahui dari Film Hari Ini Akan Kita Ceritakan Nanti, Tayang 27 Juli di Netflix
Sedangkan untuk pembicaraan dengan pihak Netflix dan OTT lain, Usman mengatakan belum ada pendekatan sampai situ.
Ia kemudian mengungkap bahwa rencana peraturan ini sudah menjadi pemikiran sejak zaman jabatan Menkominfo masih dipegang Rudiantara.
Namun, saat itu Netflix belum konsisten dan belum seluas sekarang. Dalam artian, sekarang Netflix sudah bisa digunakan dari HP dan semua kalangan umur bisa berlangganan.
"Waktu itu kan Netflix-nya belum konsisten. Belum seluas seperti sekarang. Kalau sekarang kan bisa di HP. Orang bisa berlangganan tanpa ada batas umur. Barangkali begitu kan. Nah ini yang membuat kita, saya kira harus secara serius membicarakan ini," kata Usman.
"Kalau film HBO yang misalnya ditayangkan di tv berlangganan kita ini kan relatif sudah ada (sensornya). Ya, mungkin bukan sensor ya, tetapi yang tayang itu sudah yang sesuai dengan aturan. Walaupun memang tidak seketat yang ditayangkan di tv nasional," tuturnya.