TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan TikTok Shop membuat menteri Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saling beda pendapat.
Polemik TikTok Shop awalnya muncul dari pernyataan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang mengkhawatirkan Project S TikTok Shop.
Teten mencurigai Project S bakal digunakan TikTok untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. Hal ini, dinyakini dapat mematikan UMKM lokal.
Baca juga: TikTok Shop Dituding Ancam UMKM Lokal, Berikut Pendapat Para Pengamat Ekonomi Digital
Ia pun mendesak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan untuk percepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Namun, hingga saat ini revisi Permendag 50/2020 belum juga rampung.
Zulkifli menjelaskan, TikTok sebagai salah satu social commerce jika tidak diatur aturan mainnya hingga sistem operasionalnya di Tanah Air bisa membuat industri lain gulung tikar alias kolaps.
Sebab TikTok selain merupakan media sosial, juga di dalam aplikasinya merupakan tempat bertransaksi jual beli layaknya e-commerce.
"Betul sekali kalau TikTok itu social commerce, keuangan, perdagangan, sosial media. Itu kalau enggak diatur, kolaps (industri lain) 3 bulan nanti, industri kecantikan kita bisa collapse," ujarnya saat rapat kerja bersama dengan Komisi VI DPR RI, Senin (4/9/2023).
Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mengatur aturan main TikTok melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020.
Dalam baleid PPMSE itu, melarang bisnis media sosial dan e-commerce berjalan bersamaan atau dikenal juga dengan sebutan social commerce.
Selain itu, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan e-commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.
Ia mengaku mendapat keluhan dari para pelaku UMKM karena kalah saing di social commerce.
Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.
Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritman yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.
Maka dari itu, ia menegaskan social commerce harus ditata regulasinya karena kalau tidak, pelaku UMKM Tanah Air bisa mati usahanya.
Untuk tambahan informasi, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan bahwa e-commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.
Menkominfo Bela TikTok
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, TikTok Shop sebagai social commerce, tidak melakukan pelanggaran undang-undang.
"Ya social commerce itu. Kita sudah periksa undang-undangnya, belum ada yang dilanggar (oleh TikTok Shop). Ini kan juga partisipasi masyarakat," kata Budi ketika ditemui di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Ketua Umum relawan Pro Jokowi (PROJO) itu mengatakan, kreativitas masyarakat sebaiknya tak dihambat.
Ia sendiri menyadari adanya kekhawatiran akan social commerce ini datang dari pelaku e-commerce.
Baca juga: Asosiasi E-Commerce Buka Suara Soal Pemerintah Bakal Larang TikTok Shop
"Begini lho, ini kan antar masyarakat. Kreativitas masyarakat jangan dihambat dong. Ini kan orang berjualan sesama. Memang kita tahu ada concern dari para e-commerce," ujar Budi.
Adapun pertimbangan Mendag melarang TikTok Shop karena ia tak ingin perizinan media sosial dan e-commerce dijadikan satu.
Menanggapi hal itu, Budi mengatakan akan berkoordinasi dengan Mendag mengenai social commerce ini.
"Ini kan suatu fenomena baru. Kalau buat kita kan platform ini yang penting buat untung, masyarakat diuntungkan," katanya.
Menurut dia, TikTok Shop juga tidak merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Enggak juga. Masyarakat-masyarakat ini bilang, 'Pak, tadinya kami jualan 100 per hari, tiba-tiba dengan adanya ini (social commerce) bisa 200,'" tutur Budi.
Maka dari itu, ia mengatakan hal ini perlu didiskusikan lagi dan akan dikomunikasikan kembali dengan pihak TikTok Shop.
"Ya nanti kita diskusikan. Tunggu saja. Kita tahu keresahan masyarakat. Kita tahu. Ini kan semua dalam dunia yang serba dinamis seperti ini, maka semua insan harus kita pikirin. Tenang," ujar Budi.
Hambat Inovasi
Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan, apabila media sosial dan e-commerce dipisah, dapat menghambat inovasi.
Selain itu, pedagang dan konsumen di Indonesia juga berpotensi menjadi pihak-pihak yang dirugikan.
"Memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda bukan hanya akan menghambat inovasi, namun juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia," kata Anggini dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (12/9/2023).
Saat ini, kata Anggini, ada hampir 2 juta bisnis lokal yang beroperasi di TikTok Shop.
"Hampir 2 juta bisnis lokal di Indonesia menggunakan TikTok untuk tumbuh dan berkembang dengan social commerce," ujarnya.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan kesempatan yang sama bagi TikTok.