Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, sudah seharusnya TikTok tidak menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce bersamaan.
Menurut dia, apabila ada platform yang menyatukan media sosial dan e-commerce atau disebut juga social commerce, akan menimbulkan kerugian yang besar.
Pertama, masalah perizinan jadi berbeda, sehingga berdampak pada sulitnya pengawasan pada platform tersebut.
Baca juga: TikTok Ogah Setop Bisnis Medsos dan E-Commerce Secara Bersamaan Meski Diminta Dua Menteri Jokowi
"Perizinan dan pengawasan untuk e-commerce itu ada di Kementerian Perdagangan, sementara media sosialnya misalnya untuk pemberantasan hoax itu ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Bhima kepada Tribunnews, Rabu (13/9/2023).
"Jadi, ini terpisah-pisah sehingga mempersulit pengawasan dari masing-masing bidang," lanjutnya.
Berikutnya, Bhima mengkhawatirkan TikTok Shop bisa melakukan persaingan usaha yang tidak sehat.
Hal itu karena TikTok Shop menerapkan algoritma yang bisa mendorong pengguna media sosialnya membeli produk yang terafiliasi dengan mereka.
"Dikhawatirkan TikTok itu akan menerapkan alogirtma dalam hal pencarian paling favorit misalnya atau barang-barang yang menjadi preferensi dari pengguna media sosial karena dia sudah punya algoritmanya," ujar Bhima.
"Itu bisa didorong untuk menjual barang-barang yang lebih laris menurut TikTok atau terafiliasi dengan TikTok. Ini menjadikan persaingan usaha yang tidak sehat," sambungnya.
Ketiga, masalah di TikTok Shop adalah predatory pricing yang dikhawatirkan bisa menghancurkan usaha para pelaku UMKM Tanah Air.
Predatory pricing muncul melalui diskon promosi yang besar-besaran, terutama produk yang terafiliasi langsung dengan TikTok di China.
"Ini bisa berbahaya sekali bagi pelaku usaha UMKM. Produsen UMKM sudah sangat berkurang," ungkap Bhima.
Adapun saat ini penjual lokal yang banyak di TikTok Shop bukanlah produsen, melainkan perantara atau reseller.
Jadi, sebagian besar produk di Tiktok Shop adalah barang-barang impor.
Bhima melanjutkan bahwa perihal TikTok Shop ini harus ada ketegasan.
Jika tidak, TikTok Shop bisa mematikan platform e-commerce yang resmi dan sudah berizin.
Ia turut menyinggung soal aturan perpajakan. TikTok Shop dikhawatirkan bisa dijadikan celah platform digital tersebut menghindari pajak.
"Soal pajak ini juga masalah karena TikTok dikawatirkan menjadi cara penghindaran pajak gitu ya dengan menggabungkan antara e-commerce kemudian dengan media sosial," kata Bhima.
TikTok Shop Bakal Dilarang Pemerintah
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkfili Hasan membuka peluang melarang social commerce TikTok Shop.
Adapun peraturan mengenai social commerce termasuk di dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) yang sedang digodok pemerintah.
"Izinnya tidak boleh satu. Dia media sosial jadi sosial commerce. Ini diatur. Apakah kita larang aja ya atau gimana ya, ini akan dibahas nanti," katanya ketika ditemui di Hotel Vertu Harmoni Jakarta, Senin (11/9/2023).
Ketua Umum Partai PAN itu mengatakan, banyak pelaku UMKM dari berbagai sektor yang mengeluh padanya karena kalah saing di social commerce.
Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.
Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritma yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.
"Social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan dengan big datanya. Ibu ini suka pakai bedak apa, suka pakai baju apa," ujarnya.
"Nanti yang produk dalam negeri begitu masuk iklan di social commerce, bisa sedikit (munculnya, red). Yang produk dia (hasil produksi social commerce tersebut) langsung masuk ke ibu-ibu yang teridentifikasi dan terdata," sambung Zulhas.
Baca juga: Anak Buah Jokowi Tak Satu Suara Soal TikTok Shop, Manajemen Sebut Pemerintah Hambat Inovasi
Maka dari itu, ia menegaskan social commerce harus ditata regulasinya karena kalau tidak, pelaku UMKM Tanah Air bisa mati usahanya.
Untuk tambahan informasi, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan bahwa e-commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.
TikTok Shop Ditolak Menteri Koperasi dan UKM
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki keberatan jika platform media sosial TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
Ia mengatakan, TikTok boleh saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.
Dari hasil riset dan survei yang dia sebutkan, orang yang berbelanja di TikTok Shop telah dinavigasi dan dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial TikTok.
"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," kata Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Ia mengatakan, penolakan serupa telah dilakukan Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," ujar Teten.
"Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," lanjutnya.
Respons TikTok Indonesia
TikTok Indonesia buka suara terkait rencana Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan melarang social commerce TikTok Shop.
Diketahui, Zulkifli membuka peluang melarang TikTok Shop beroperasi. Ia mengatakan, perizinan media sosial dan e-commerce tidak boleh dijadikan satu.
Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan, apabila media sosial dan e-commerce dipisah, dapat menghambat inovasi.
Selain itu, pedagang dan konsumen di Indonesia juga berpotensi menjadi pihak-pihak yang dirugikan.
"Memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda bukan hanya akan menghambat inovasi, namun juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia," kata Anggini dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (12/9/2023).
Saat ini, kata Anggini, ada hampir 2 juta bisnis lokal yang beroperasi di TikTok Shop.
"Hampir 2 juta bisnis lokal di Indonesia menggunakan TikTok untuk tumbuh dan berkembang dengan social commerce," ujarnya.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan kesempatan yang sama bagi TikTok.
Adapun koordinasi antara TikTok Shop dengan Kementerian Perdagangan saat ini tetap berlangsung.